14 Juni 2021

opini musri nauli : Gugatan Barang Bukti

 

Pada prinsipnya, gugatan yang diajukan oleh penggugat terhadap gugatan hanya dapat diterapkan kepada perkara yang Tengah disidangkan. 

Namun apabila terhadap perkara yang kemudian disidangkan atau perkara yang diputuskan oleh Pengadilan maka menimbulkan akibat kepada pihak lain (yang biasa dikenal sebagai pihak ketiga), maka pihak ketiga dapat mengajukan keberatan. 


Didalam proses persidangan, masuknya pihak ketiga dapat dilakukan apabila ternyata akibat putusan yang hendak dijatuhkan akan merugikan pihak ketiga. 


Didalam putusan Mahkamah Agung No.2161 K/Pdt/1995 diterangkan “Hibah dapat dibatalkan bila terbukti merugikan hak ahli waris lainnya. 


Atau putusan Mahkamah Agung No.2236 K/Pdt/1997 menerangkan “Upaya hukum terhadap pembatalan wasiat adalah dalam bentuk gugatan dan bukan dalam bentuk perlawanan (verzet)”


Putusan Mahkamah Agung No.332 K/AG/2000 menerangkan “Apabila dilakukan hibah kepada pihak lain terhadap harta warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris, maka hibah tersebut batal demi hukum karena salah satu syarat hibah adalah barang yang dihibahkan harus milik pemberi hibah sendiri bukan merupakan harta warisan yang belum dibagi dan bukan pula harta yang masih terikat dengan suatu sengketa. 


Putusan  Mahkamah Agung No.306 K/Sip/1962 menjelaskan “Perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga selaku pemilik barang yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita conservatoir ini belum disahkan (van waarde verklaard). 


Putusan Mahkamah Agung No.735 K/Sip/1970 juga menjelaskan “Seseorang tidak mempunyai sangkut paut dengan perkara perdata yang sedang diperiksa di Pengadilan, yang kemudian ia mengajukan perlawanan (verzet) atas sita jaminan (Conservatoir Beslag) yang telah diletakkan terhadap tanah miliknya, maka Verzet tersebut harus diperiksa dan bila verzet tersebut, benar terbukti; maka sita jaminan harus segera dicabut. 


Sementara itu berkaitan dengan bukti dasar kepemilikan dapat dilihat didalam putusan Mahkamah Agung No.3602 K/Pdt/1998 yang menerangkan “Upaya hukum yang dapat ditempuh pihak ketiga atas barang bukti yang dirampas untuk negara melalui putusan pengadilan adalah gugatan dan bukan Bantahan sesuai pasal 16 (3) UU Darurat No. 7 Tahun 1955 jo Pasal 35 (3) UU No. 3 Tahun 1971 jo Pasal 195 (3) HIR. 


Begitu juga terhadap Gugatan terhadap negara yang merampas barang bukti. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No.3404 K/Pdt/1999 “Pihak Ketiga yang beritikad baik yang berkeberatan atas Putusan Hakim Pidana yang merampas untuk negara barang bukti berupa tanah yang menurutnya adalah miliknya dan bukan milik terdakwa dalam kasus korupsi, maka “pihak ketiga” ini dapat mengajukan gugatan, bukan dalam bentuk Bantahan atau perlawanan (derden verzet), dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah pengumuman Putusan Hakim Pidana tersebut (vide pasal 35 ayat (1) (2) (3) UU No. 3 Tahun 1971.