Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
02 Februari 2015
31 Januari 2015
opini musri nauli : MITOLOGI JAWA DALAM KEPEMIMPINAN JOKOWI
Dunia
politik di Indonesia dilanda gonjang-ganjing. Penetapan sebagai
tersangka kepada Komjen Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri oleh KPK
menimbulkan persoalan ketatanegaraan. DPR yang telah menyetujui
kemudian “mendesak” sekaligus mengancam agar melantik
calon Kapolri yang telah diusulkan oleh Presiden Jokowi. Ancaman
tidak main-main. Menggunakan hak interpelasi, bola ini bisa
menggelinding menjadi persoalan “impeachment”. Suara yang
sama disampaikan oleh PDI-P sebagai partai pengusung utama Jokowi
Sementara
Presiden Jokowi harus memperhitungkan dampak “dilantik”
atau tidaknya BG sebagai calon Kapolri.
opini musri nauli : ADU STRATEGI JOHAN BUDI DAN BOY AMAR
Ketika
penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan (BG) yang disampaikan
langsung oleh Ketua KPK, ada desahan “nada tegas” dan
mengernyitkan “ancaman perang” terhadap “tuduhan
korupsi” kepada calon Kapolri. Nada ini kemudian “diulang”
dalam kesempatan terpisah oleh AS agar Presiden Jokowi tidak melantik
BG dan menyampaikan isyarat tidak main-main dengan mengeluarkan
kata-kata “itu pesan dari KPK”.
Entah
bermaksud menilai pengucapan kata-kata dari Ketua KPK, nada garang
sebagai ciri khas dari Abraham Samad (AS) kemudian memantik reaksi
politik yang panjang. Dunia politik kemudian dihebohkan dan mulai
genderang perang terhadap pemberantasan korupsi.
opini musri nauli : SIMULASI PENGANGKATAN KAPOLRI
Akhir-akhir
Jokowi sedang “dipusingkan' dengan persoalan pengangkatan
Kapolri. Setelah diusulkan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Calon
Kapolri ke DPR, kemudian ditetapkannya BG sebagai tersangka oleh KPK,
dan disetujui oleh DPR, bola panas kembali ke Jokowi. Jokowi
dihadapkan pilihan sulit apakah melantik atau tidak BG calon kapolri.
Berbagai
skenario telah disusun. Mengharapkan rekomendasi dari Kompolnas,
Jokowi sudah “terjebak” ketika Kompolnos meluluskannya
namun kemudian bermasalah oleh KPK. Sementara Watimpres “malah”
mendesak dilantik. Suara sama juga diusulkan PDI-P.
28 Januari 2015
opini musri nauli : Hak Imunitas
Akhir-akhir ini ruang publik
disibukkan wacana pemberian hak imunitas kepada komisioner KPK. Hak imunitas
diwacanakan setelah melihat ancaman keberadaan komisioner KPK yang
dikriminalisasi dan terus menerus “diseret” dalam tarik menarik “ dalam laporan di kepolisian.
Bermula dari penangkapan Bambang
Widjojanto (BW) dan laporan yang terus berlanjut terhadap Adnan Pandu Praja dan
Abraham Samad.
Praktis komisioner KPK tinggal 3
orang setelah Busro Muqaddas (BM) habis masa jabatan dan belum dipilihnya
pengganti BM dan mengundurkan diri BW setelah ditetapkan tersangka.
Melihat keadaan demikian, wacana mendesak
Presiden untuk mengeluarkan Perpu memberikan hak imunitas kemudian komisioner
KPK untuk menjalankan tugas-tugas di KPK.
Reaksipun bermunculan. Ada yang
setuju pemberian hak imunitas kepada komisioner KPK. Namun banyak yang menolak
dengan alasan “tidak ada satupun warganegara” yang bebas dari proses hukum.
Alasan klasikpun digunakan. Asas equality before the law. Asas persamaan dimuka
hukum.
Sebelum kita menyetujui hak
imunitas, hak imunitas telah mendapatkan perhatian penuh dari berbagai
kalangan. Didalam kamus Bahasa Indonesia, imunitas ditafsirkan hak anggota
lembaga perwakilan rakyat dan para menteri untuk membicarakan atau menyatakan
secara tertulis segala hal di dl lembaga tsb tanpa boleh dituntut di muka
pengadilan. Atau hak para kepala negara, anggota perwakilan diplomatik untuk
tidak tunduk pd hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi negara yg
dilalui atau negara tempat mereka bekerja; hak eksteritorial.
Dengan melihat definisi, maka
imunitas berkaitan dengan melepaskan pertanggungjawaban hukum yang berkaitan
dengan pekerjaan.
Apabila kita lihat didalam
berbagai peraturan, maka imunitas kemudian dapat kita lihat didalam konstitusi
terhadap Presiden/wakil Presiden. Presiden/wakil Presiden diberikan privilege
terhadap proses pemeriksaannya dari berbagai proses hukum.
Privilege diberikan selain
“menghargai” Presiden sebagai kepala negara juga berkaitan dengan “perlindungan
dan kepastian terhadap roda pemerintahan. Ketentuan ini diatur setelah didalam
konstitusi setelah kita mengalami pengalaman buruk jatuhnya Presiden Soekarno
pada tahun 1967, karena ditariknya mandat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) melalui Ketetapan (Tap) MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 hanya
dengan alasan mayoritas anggota MPRS tidak menerima pidato pertanggungjawaban
Presiden Soekarno, yang dinamainya Nawaksara, mengenai sebab-sebab terjadinya
peristiwa G 30S/PKI .
Sedangkan Presiden Abdurrahman
Wahid pada tahun 2001 diturunkan ditengah jalan dengan alasan Presiden
Abdurrahman Wahid dinilai telah melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi.
Kepala Daerah pernah mempunyai
hak imunitas dalam “pemanggilan baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka
yang memerlukan izin dari Presiden” sebagaimana diatur didalam pasal 36 a
UU Pemda. Namun hak ini kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Begitu juga notaris yang semula “tidak
bisa dilakukan dilakukan pemeriksaan terhadap notaris sebelum adanya
persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah” sebagaimana diatur didalam pasal
66 UU Notaris. MK kemudian membatalkannya.
UU Lingkungan Hidup juga
memberikan perlindungan kepada pejuang lingkungan (human right defender).
Begitu juga wartawan yang dilindungi dengan UU Pers.
Dalam kasus Dr. Dewa Ayu yang
menghebohkan, kalangan dokter berlindung UU Kedokteran. Dr. Dewa Ayu tidak
dapat dipersalahkan kematian terhadap Julia Fransiska Makatey (25).
Di tingkat Pengadilan Negeri
Manado, sang dokter dibebaskan. Namun MA memutuskan Dr. Dewa Ayu dkk dianggap
bersalah sehingga bertanggungjawab secara hukum. MA tetap menghormati hak
imunitas Dr Dewa Ayu, namun Dr. Dewa Ayu dianggap lalai.
Hakim dan Jaksa Penuntut Umum
diberikan hak imunitas. Hak imunitas diberikan agar sebelum dilakukan
penangkapan maupun penahanan memerlukan izin. Bahkan Kepala Desapun diberikan
hak imunitas termasuk izin untuk dilakukan penangkapan, penahanan maupun
pemeriksaan dalam proses hokum sebagaimana diatur didalam PP No. 72 tahun 2005.
UU Advokat juga memberikan hak
imunitas kepada Advokat. Hak imunitas diberikan kepada advokat agar advokat
bebas dalam melaksanakan tugasnya termasuk mengeluarkan pendapat atau
pernyataan dalam membela perkara. Didalam Surat keputusan Bersama antara
kepolisian Republik Indonesia dengan PERADI, pemanggilan terhadap advokat baik
sebagai saksi maupun tersangka disampaikan terlebih dahulu kepada PERADI.
PERADI kemudian mengadakan sidang dan membentuk Dewan Kehormatan untuk memeriksa advokat. Bahkan PERADI sendiri
memastikan advokat harus memenuhi panggilan dari penyidik sebagai bentuk
kewajiban warganegara memberikan kesaksian sebagaimana diatur didalam pasal 224
KUHP. Hak imunitas advokat kemudian diperkuat oleh MK.
Melihat ketentuan hak imunitas
terhadap Presiden, Kepala Daerah, Notaris, dokter, aktivis lingkungan, wartawan,
hakim, jaksa penuntut umu, Kepala Desa dan advokat maka hak imunitas dapat
diberikan kepada Komisioner KPK.
Hak imunitas diberikan dilandasi
penghormatan kepada komisioner KPK didalam menjalankan tugas-tugasnya didalam
memberantas korupsi. Dan untuk menjamin terhadap kepastian hokum dan
perlindungan (privilege) dari gangguan upaya sistematis penghancuran KPK.
Hak imunitas kemudian diberikan kepada
komisioner KPK dari proses pemanggilan, penangkapan, penahanan terhadap
komisioner KPK yang memerlukan izin dari Presiden.
Hak imunitas diberikan dengan
itikad baik dan ditempatkan dalam sistem peradilan pidana. Hak imunitas tidak menghilangkan proses hokum (kekebalan
hokum) dan menempatkan diri komisioner KPK lepas dari tanggung jawab hokum. Namun
hak imunitas tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam tertangkap tangan.
Sehingga tidak tepat ada wacana,
pemberian hak imunitas kepada komisioner KPK mengabaikan asas persamaan dimuka hokum
(equality before the law).
26 Januari 2015
opini musri nauli : CATATAN KECIL UNTUK TIM INDEPENDEN
Diibaratkan
lakon wayang, goro-goro sudah dimulai. Lakon masih misteri disimpan sang
dalang. Dengan menggunakan berbagai pasukan, goro-goro kemudian “menyita” perhatian public. Entah sambil
ngomel terhadap “lambatnya” Jokowi
terhadap peristiwa ini ataupun kegeraman terhadap “Cepatnya” pengungkapan kasus terhadap BW dan kemudian disusul
ditangkap terhadap BW di tengah jalan, membuat sebagian mulai “meragukan” professional Bareskrim
mengungkapkan kasus.
19 Januari 2015
opini musri nauli : Sekali lagi saya menolak hukuman mati
Pada saat bersamaan, ketika gonjang ganjing politik
kontemporer terjebak dengan issu panas “Calon Kapolri sebagai tersangka, di
sudut gelap di tengah terlelapnya kita diperaduan tidur, dilaksanakan hukuman
mati. Jaksa Agung telah melaksanakan putusan Pengadilan yang telah menetapkan 6
orang terpidana mati.
16 Januari 2015
opini musri nauli : TIDAK SALAH PUNYA REKENING GENDUT
Tiba-tiba
kosakata gendut mewarnai jagat politik Indonesia. Seru. Kosakata
gendut membuat semua orang menjadi bingung, marah, kesal, ngomel,
kesal dan bertengkar dan saling menyalahkan satu dengan yang lain.
Ya.
Akibat rekening gendut, Posisi Jokowi serba sulit. Sudah mengusulkan
Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, eh, KPK kemudian
menetapkan Komjen Budi Gunawan karena “lagi-lagi” memiliki
rekening gendut.
15 Januari 2015
opini musri nauli : SILANG SENGKARUT CALON KAPOLRI
Usai
sudah proses politik penetapan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai
Calon Kapolri. Setelah diusulkan Presiden Jokowi dan meminta
persetujuan DPR, Komisi III kemudian melaporkan ke sidang Paripurna.
Dan sidang paripurna kemudian menyetujui permintaan Presiden Jokowi.
10 Januari 2015
opini musri nauli : LOGIKA JONAN
Paska
musibah pesawat Airasia, polemik mulai bermunculan. Dimulai dari
tuduhan cukup serius seperti Airasia yang tidak memiliki izin terbang
pada hari terjadinya musibah, safety penerbangan Airasia yang
tidak layak, perdebatan pembayaran asuransi hingga berbagai
pernik-pernik yang melingkupi peristiwa ini. Tentu saja tidak lupa
dibumbui dengan kehidupan pilot yang berlatar belakang pilot tempur.
Langganan:
Postingan (Atom)