Sebagai generasi yang menikmati suasana menjelang kejatuhan Soeharto, pemimpin otoriter, saya hidup didalam lintasan berbagai peristiwa. Berbagai peristiwa kemudian mengajarkan berbagai bentuk pergaulan. Termasuk menikmati berbagai panggilan sebagai bentuk “keakraban’.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
06 Oktober 2017
opini musri nauli : Panggilan Bebaso (2)
23 September 2017
opini musri nauli : Tradisi Langir
Merayakan
datangnya tahun baru Hijriah (tahun baru Islam) disambut dengan gegap gempita
di berbagai pelosok Jambi. Di perkotaan, perayaan menyambut tahun baru islam
diwarnai dengan kegiatan pawai obor, syalawat sepanjang malam. Sedangkan di
berbagai tempat dilaksanakan kegiatan “yasinan, ulu tahlil” di berbagai masjid.
20 September 2017
opini musri nauli : Pinang, Meminang dan Pinangan
Tanam Pinang rapat-rapat
Agar Puyuh tak dapat lari
Kupinang-pinang tak dapat-dapat
Kurayu-rayu kubawa bernyanyi
Lagu dengan
syair “Tanam Pinang
rapat-rapat” dapat ditemukan jajaran pinang (areca
nuts) memanjang (berbaris/berbanjar) memagari tanaman. “Tanam
Pinang rapat-rapat” biasa
disebut “Mentaro” di Di Marga Kumpeh Ulu, Marga Kumpeh Ilir dan Marga
Jebus. Ketiga Marga ini terdapat di jalur pantai timur Sumatera. Memanjang
mengelilingi gambut di kawasan Jambi hilir.
Tanam
Pinang rapat-rapat” mengingatkan
kisah
petualangan dunia mendatangi negeri Jambi. Jambi dalam lintasan perdagangan
pantai timur Sumatera kemudian dicatat dalam jurnal-jurnal internasional.
18 September 2017
opini musri nauli : ALAM DAN MISTERI
"Dulu buaya banyak di sungai sini. Namun sekarang sudah tidak ada lagi. Pindah ke sungai rambai.. Buaya mengikuti leluhurnya", kata Pak Widodo.
Secara sekilas cerita pendek yang disampaikan pak Widodo terkesan mistis, mitos, misteri bahkan terkesan takhyul. Namun cerita yang disampaikan dengan nada yakin, saya kemudian tidak bergeming menyimaknya,
11 September 2017
opini musri nauli : 11 September 1714
Hari ini
tanggal 11 September tigaratus tiga tahun lalu, peristiwa heroic tengah
terjadi. Barbara mencatat laporan dari tiga penduduk Jambi yang melaporkan
ancaman dari kapal Perang Johor di Sungai Batanghari.
10 September 2017
opini musri nauli : Pertemuan Alumni
Pertemuan
Alumni. Bukan pertemuan para mantan. Mengapa Alumni. Karena alumni ingin selalu
bertemu.. Tapi kalau mantan. Menghindarkan untuk bertemu. Demikian kesan
pertemuan Alumni Fakultas Hukum Unja angkatan 90.
08 September 2017
opini musri nauli : KEMBALIKAN ASSET NASIONAL
Belum
lega Menteri Keuangan, Menteri ESDM menyelesaikan divestasi PT Freeport yang
melepaskan sahamnya hingga 51 %, protes penduduk Indonesia kepada pemerintahan
JW-JK terhadap kedaulatan mulai disuarakan berbagai lapisan masyarakat.
07 September 2017
opini musri nauli : PALESTINA DAN ROHINGYA
Issu
politik kontemporer Rohingya menghiasi wacana politik Indonesia. Dengan serbuan
tagline dan berita Rohingya kemudian memantik diskusi panjang didalam berbagai
obrolan politik. Baik nasional, local hingga di warung-warung kopi.
Kita
tidak perlu berdebat tentang kejadian di Rohingya. Sebagaimana pemberitaan
resmi CNN, AP hingga pemberitaan resmi mengabarkan peristiwa di Rohingya. Namun
menggerakkan dukungan kepada Rohingya kita harus banyak belajar dari kejadian
di Palestina.
06 September 2017
opini musri nauli : PUTRAKU
Dalam
suatu kesempatan, aku membawa putra keduaku keluar kota menemani pemeriksaan di
kantor Kepolisian. Dengan gesit dan semangat, dia mengiyakan sembari bertanya
“apa saja tugasnya, yah ?. Ya. “Kamu cukup bawa map ayah”. Kataku sembari
memberikan map dan berkas yang cukup ringan.
03 September 2017
opini musri nauli : DISKURSUS POLITIK ISLAM KONTEMPORER
Akhir-akhir
ini jagat politik kontemporer tidak dapat dipisahkan dari hiruk pikuk politik
Islam. Berbagai perkembangan baik yang berkaitan dengan Pilpres maupun Pilkada
tidak dapat dilepaskan dari “suasana” partai Islam. (saya sengaja menggunakan definisi Partai Islam sebagai padanan politik
kontemporer menggambarkan politik Islam).
Islam
di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari berbagai kelompok yang berafiliasi
kepentingan politik yang berbeda. Terlepas dari “suasana politik” masa suram
rezim Soeharto, afiliasi politik kemudian ditandai dengan Partai islam seperti
PKB, PPP, PBB dan PKS. (Saya sengaja
tidak memasukkan PAN sebagai pengejawantahan dari partai Islam. Untuk sementara
saya tidak memasukkan Partai Masyumi dan Partai NU didalam Pemilu 1955 sebagai
indicator melihat politik Islam kontemporer).
Langganan:
Postingan (Atom)