05 April 2021

opini musri nauli : Jambi Kota Dagang (3)


Didalam Pemerintahan Kerajaan Jambi, keragaman suku-suku bangsa di Jambi didasarkan adanya perbedaan latar belakang asal-usul, adat istiadat. 


Seperti pada masyarakat Melayu yang sering juga disebut sebagai masyarakat kalbu yang 12 atau suku yang 12. 


Berbagai seloko seperti “rumah sekato tengganai”, “kampung sekato tuo”, “negeri sekato batin”, “Rantau Sekato jenang” dan “alam sekato Rajo” atau “Alam nan berajo”,  “Rantau nan bejenang”, “Negeri nan bebatin”, “Luhak nan bepenghulu”,  “Kampung nan bertua” dan  “Rumah nan betengganai” memperlihatkan struktur masyarakat Jambi. 


Para ketua adat ditandai dengan pasirah, penghulu, depati, rio, tumenggung dan tuo batin.  


Disusun Daerah batin dimulai dari Keluarga, rumah tangga, kampung, negeri, alam dan kerajaan Jambi. 


Didalam buku SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang menjelaskan didaerah Melayu yang kemudian dikenal Daerah kalbu 12 atau disebut Tanah Raja (Daerah Kesultanan) yang pada umumnya dipegang para Bangsawan. 


Berdasarkan tingkatannya maka Raden keturunan keraton dan perempuan disebut ratumas. Raden keturunan yang perempuan disebut tumas. Raden keturunan anak Rajo 40 yang disebut tumas. Raden keturunan kedipan yang disebut dengan Nyimas. Kemas keturunan dari tumenggung, gelar ini merupakan gelar perseorangan dan yang perempuan disebut Nyimas. 


Sedangkan didalam pemerintahan, para Bangsawan disebut dengan kademang ngabehi. 


Bentuk Pemerintahan Tetap berlaku dan diakui oleh Belanda yang kemudian disebut “administrative controle van een inlandsch gounvernements bestuut sambtenaar atau cenassisten-demang. 


Dalam praktek kemudian menciptakan dua bentuk kekuasaan. Tetap menghormati sistem pemerintahan tradisional yang berdasarkan teritorial. Seperti para tengganai, tuo tengganai, rio, Depati. 


Sedangkan Belanda menempatkan demang, asisten demang dan ambtenar sebagai pemerintahan formal.  


Baca : Jambi Kota dagang