05 April 2021

opini musri nauli : Cengengesan

 

Dari laporan telik sandi, Sang Maharaja Alengka begitu murka melihat kelakuan Adipati.

Bukan menyiapkan pasukan terbaik menghadapi serangan Dewa Air, Adipati dinegara dalam kekuasaan Negeri Alengka malah sibuk duduk bercengkrama dengan Sang Permaisuri. Sembari menyiramkan kembangnya.

“Tuanku adipati, Sang maharaja Alengka telah memerintahkan paduka untuk menyiapkan pasukan terbaik untuk menghadapi serangan negara Dewa Air. Demikian titah dari Maharaja, tuanku”, kata sang panglima perang sembari mengunus senjatanya. Menunggu perintah dari Adipati. Berbaris rapi hendak menuju medan perang.


“Tidak perlu, Panglima. Serangan dari Negara Dewa Air tidak berarti apa-apa. Nanti mereka akan capek sendiri. Strategi kita menghadapinya akan dilihat dimedan perang’, Kata sang Adipati tetap menggosok kilau mahkotanya. Sembari menyiram bonsai yang telah lama dirapikannya.


“Strategi apa, tuanku. Sampai sekarang hamba tidak mengerti”, sela sang panglima heran.


“Percayalah. Strategi ini telah diuji nujum ahli nujum seantero negeri. Kekuatannya mampu menghadang serangan negara Dewa Air. Demikian kabar dari telik sandiku”, kata sang Adipati tidak peduli dengan keheranan sang Panglima.


“Tapi, tuanku, Rakyat sudah banyak yang menjadi korban. Mayat sudah bergelimpangan disana-sini. Lumbung padi telah habis disapu serangan air. Tidak ada sama sekali kekuatan dari strategi yang disampaikan oleh tuanku”, kata Sang panglima semakin heran.


“Korban dari rakyat itu adalah revolusi. Mereka harus percaya dengan kekuatan strategi kita”, lagi-lagi sang Adipati tidak mau disalahkan.


“Tunggu saja. Nanti serangan negara Dewa Air akan terhenti’, Titah Adipati sembari melambaikan tangan. Menyuruh Panglima meninggalkan balairung Kerajaan.


“Hamba, tuanku”, sembari membungkuk, Sang panglima meninggalkan balairung kerajaan.