Hubungan antara hukum dan kekuasaan diibaratkan “seperti tulang dengan daging”. Tulang akan berfungsi apabila ada daging yang menggerakkannya. Sementara daging tidak berarti apa-apa apabila tidak adanya tulang.
Demikianlah hakeket hubungan antara kekuasaan dan hukum. Kekuasaan harus bersumber dari wewenang formal (formal authority). Kewenangan formal memberikan seseorang untuk berkuasa melakukan sesuatu yang bertujuan untuk menegakkan hukum. Tanpa kekuasaan, maka hukum akan sulit dilaksanakan.
Hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaannya, sebaliknya kekuasaan itu ditentukan batas-batasnya oleh hukum. Blaise Pascal mengatakan “justice whitout might is helpless might without justice is tyrannical” artinya hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, dan kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman.
Namun Kekuasaan haruslah dibatasi oleh hukum. Didalam konstitusi kita secara tegas menerangkan. Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat). Presiden mempunyai kekuasaan tidak tak terbatas. Kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada kekuasaan haruslah jelas, tidak boleh sumir, tidak boleh tafsiran ganda, tidak boleh ditafsirkan melebih wewenangnya. Dan Kewenangan yang diberikan oleh konstitusi haruslah tertulis didalam suatu produk peraturan perundang-undangan. Kekuasaan haruslah dikontrol dan mekanisme kontrolnya haruslah transparan dan dapat dilihat oleh rakyat.
Dengan melihat berbagai ketentuan yang membatasi kekuasaan, maka kekuasaan haruslah digunakan untuk kepentingan masyarakat.