Dalam tindak pidana korupsi, salah satu unsur essensial dan sering menimbulkan perdebatan adalah unsur “penyalahgunaan wewenang” yang terdapat didalam pasal 3 UU Korupsi.
Mahkamah Agung kemudian merumuskannya “menyalahgunakan kewenangan” yang pada pasal 52 ayat (2) huruf b undang-undang No. 5 Tahun 1986, yaitu telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikan wewenang tersebut atau yang dikenal dengan “detourment de pouvoir” (Mahkamah Agung dalam putusannya tertanggal 17 februari 1992 No. 1340 K/Pid/1992)
Pengertian detournement de pouvoir dalam kaitannya dengan Freies Ermessen ini melengkapi perluasan arti berdasarkan Yurisprudensi di Prancis yang menurut Prof. Jean Rivero dan Prof. Waline, pengertian penyalahgunaan kewenangan dalam Hukum Administrasi dapat diartikan dalam 3 wujud, yaitu : (1). Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan, (2). Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lain, (3). Penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana.