Secara prinsip dalam ilmu hukum, tidak dapat dibenarkan seseorang “tidak tahu” apabila diterapkannya sebuah ketentuan hukum. Dengan berlakunya ketentuan sebuah peraturan perundang-undangan, maka setiap warga negara harus “dianggap tahu” sehingga tidak dapat mengelak untuk diterapkan suatu perundang-undangan dengan alasan “tidak tahu”. Asas ini kemudian dikenal dengan istilah Asas Fictie Hukum.
Bahkan didalam UU No. 4 Tahun 2004 telah tegas dinyatakan, sebuah produk hukum selain berlakunya setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, kemudian diundangkan dalam Lembaran Negara dan Penjelasannya sudah dimuat dalam Tambahan lembaran negara, maka semua orang dianggap sudah mengetahuinya dan isi peraturan itu sudah mengikat umum (fictie hukum).
Dalam berbagai literatur disebutkan, fiksi hukum juga diakui. Didalam pasal 3 KUH Perdata yang berbunyi “Anak yang berasal dari seorang perempuan yang hamil, dinyatakan sebagai telah lahir, sekadar kepentingannya menghendakinya. Jika ia dilahirkan mati, ia dianggap sebagai tidak pernah ada”.
Dalam diskusi di kalangan ahli hukum, fiksi ini tidak merugikan kepentingan siapapun. Dia harus dianggap ada sehingga tidak membahayakan kepentingan siapapun.