Akhir-akhir ini, Berita dan hebohnya artis dan aktor marak di dunia entertainment. Baik seorang aktor yang mengaku “pencari nafkah” namun kemudian “mengelak” untuk pembagian harta Bersama (harga gono-gini) kepada sang istri.
Ataupun sang suami ketika telah melakukan perceraian namun sama sekali tidak bertanggungjawab terhadap nafkah kepada Mantan istri dan anaknya.
Didalam Hukum Islam yang kemudian diadopsi didalam UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan kemudian disidangkan di Pengadilan Agama, berbagai persoalan diatas telah tegas dicantumkan.
Klaim “sang suami” yang mencari nafkah dan kemudian sama sekali tidak mau membagi harta Bersama (harta gono-gini) tegas dicantumkan didalam berbagai undang-undang.
Undang-undang Perkawinan menyebutkan “harta Bersama” adalah harta yang bersumber. Baik dari suami saja, istri saja atau dari suami dan istri.
Sehingga ketika perkawinan dilangsungkan dan kemudian didalam masa perkawinan kemudian mendapatkan harta, maka harta itu kemudian disebutkan sebagai harta Bersama (harta gono-gini).
Undang-undang tidak membatasi. Siapa yang “mencari” dan sumber nafkah. Baik hanya suami, atau hanya istri atau keduanya maka menjadi harta Bersama.
Dengan demikian, walaupun harta bersama atas nama sang suami ataupun sang istri tetap menjadi harta Bersama.
Sehingga tidak tepat ataupun keliru menurut hukum apabila ada “klaim”, disebabkan hanya sang suami yang mencari nafkah, maka tidak disebutkan sebagai harta Bersama.
Setelah ditentukan harta Bersama, maka menurut Kompilasi hukum Islam, harta Bersama harus dibagi dua antara suami dan istri.
Makna ini sekaligus menegaskan apabila harta Bersama kemudian adanya perceraian maka harta Bersama harus dibagi dua antara suami dan istri.
Penegasan ini juga sekaligus membantah klaim, disebabkan karena hanya sang suami yang mencari nafkah, maka sang istri tidak mendapatkan hak atas harta Bersama.
Kekeliruan ini sekalian menjadi penegasan juga untuk memberikan perlindungan kepada sang istri dimata hukum.
Tentu saja apabila harta Bersama walaupun atas nama sang suami kemudian dijual oleh sang suami tanpa persetujuan sang istri dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
Sedangkan tanggungjawab sang suami ketika telah terjadinya perceraian tetap bertanggungjawab terhadap nafkah sang istri yang kemudian menjadi mantan sang istri dan anaknya.
Makna ini tegas dicantumkan didalam Kompilasi Hukum Islam.
Dengan penegasan yang diatur didalam Kompilasi hukum Islam maka terhadap klaim sang suami kemudian putus seluruh tanggungjawab terhadap mantan istri dan anaknya kemudian menjadi terbantahkan.
Atau dengan kata lain, hanya proses administrasi dan kewajiban sang suami terjadinya proses perceraian.
Sedangkan terhadap tanggungjawab terhadap keluarga baik mantan istri dan anak-anaknya tetap melekat.
Penjelasan ini sekaligus memberikan pemahaman yang tepat yang disampaikan para aktris.
Apabila penjelasan ini tidak diberikan secara utuh, selain menyesatkan justru akan tidak memberikan perlindungan. Baik kepada mantan sang istri maupun anak-anaknya.
Berbagai ketentuan diatas selain sudah menjadi hukum Islam dan kemudian diadopsi didalam berbagai peraturan perundang-undangan juga menjadi pedoman kehidupan ditengah masyarakat.