Beberapa waktu yang lalu,
Presiden Indonesia mendatangi kapal Rainbow Warrior milik Greenpeace,
lembaga swadaya masyarakat internasional yang bergerak di bidang
lingkungan hidup yang saat ini sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung
Priok. Kapal tersebut mengakhiri masa kampanyenya di Jakarta setelah
mengelilingi perairan Indonesia.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
14 Juni 2013
13 Juni 2013
opini musri nauli : MEMBACA POLITIK YANG (tidak) MEMBINGUNGKAN
Hiruk pikuk kenaikan BBM
sudah masuk pilihan yang membingungkan. Menolak kenaikan BBM bisa
saja ditafsirkan “ikut gerbong” politik Partai oposisi yang
menolak BBM. Menyetujui kenaikan BBM dapat saja ditafsirkan “gerbong”
partai koalisi Setgab.
opini musri nauli : TAUFIK KEMAS DAN PANCASILA
Seakan-akan belum lepas
“penasaran” kita terhadap meninggalnya Taufik Kemas, Ketua MPR-RI
akhir pekan yang lalu. Penasaran bukan disebabkan penyebab
meninggalnya. Tapi “penasaran” disebabkan, mengapa begitu
“agungnya” penghormatan kepada Taufik Kemas. Apakah karena
“semata-mata” Ketua MPR-RI, sebagai lembaga yang paling tinggi
(dahulu kita mengenal sebagai lembaga tertinggi negara. Namun dengan
amandemen UUD 1945, kita kemudian mengenal sebagai lembaga tinggi
negara).
Tidak. Tidak sesederhana
begitu. Pasti ada pekerjaan besar yang ditinggalkan sehingga kita
meyakini, peristiwa “pengantaran” terakhir terhadap Taufik Kemas
merupakan sebuah prestasi besar.
06 Juni 2013
ATRIBUT DAN PEMILU
Tiba-tiba
dada ini seakan-akan sesak. Spanduk dan baliho bertebatan sepanjang
perjalanan. Dimulai dengan tangan terkatup didada hingga tangan
terkepal ke atas.
Ya.
Kita menjelang memasuki Pemilu 2014. Apabila tidak ada aral
melantang, Pemilu dilaksanakan
Pemilu
legislatif dilaksanakan 9 April 2014 kemudian diteruskan Pemilu
Presiden/Wakil Presiden.
04 Juni 2013
opini musri nauli : MK dan hutan adat
Putusan
MK terhadap permohonan pembatalan kata-kata “negara” dalam
definisi hutan adat menarik perhatian publik.
Sebagaimana
kita ketahui berdasarkan Putusan MK Nomor Nomor 35/PUU-X/2012 telah
menyatakan “kata negara dalam dalam Pasal 1 angka 6
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
23 Mei 2013
opini musri nauli : KORUPSI DAN PEREMPUAN
Korupsi pengadaan sapi
import memasuki babak baru. Sebelumnya kita tercegang ketika “desain
korupsi” menggunakan istilah yang canggih, rumit dan sulit
dimengerti, kita kemudian dikejutkan berbagai nama-nama yang
berseliweran di sekitar “bau busuk”.
Sebelumnya, AF ditangkap
bersama seorang mahasiswi. AF yang merupakan “teman dekat” yang
ditandai dengan pembicaraan via telephone dan dituduh sebagai
“makelar” proyek dengan santai bertelephone ria dengan orang
penting di sebuah partai. Kata-kata yang digunakan bersandi istilah
Arab. Dimulai dari salam, basa-basi, kemudian ketawa cekikikan.
"Istri-istri antum (Luthfi) sudah menunggu semua”. "Yang
mana saja?". "Annukhud arbain milyar cash. “Pustun” dan
Jawa Sarkia. Adalah kata-kata yang digunakan dalam pembicaraan.
Belum kaget dengan
tertangkapnya AF bersama dengan mahasiswi, kita kemudian dikejutkan
berseliweran berbagai nama-nama perempuan di sekitar AF. Nama-nama
perempuan yang membuat kita tercengang. Kaget karena selain nama-nama
yang berseliweran di sekitar AF, ternyata berbagai pemberian harta
dari AF membuat kita kaget tidak kepalang tanggung. Pemberian uang,
jam, perhiasan bahkan mobil mewah. Kesemuanya menjadikan kita mudah
menduga, pemberian berbagai hadiah berasal dari nilai “bau busuk”.
Belum usai kekagetan
kita, kita kemudian dikabarkan berita yang sungguh-sungguh bikin
geleng kepala. Seorang petinggi partai, kemudian dikabarkan mempunyai
hubungan “istimewa” dengan pelajar SMA. Dengan gamblang, berbagai
tayangan, digambarkan bagaimana hubungan itu telah dibangun secara
serius. Selain memberikan uang, kesaksian dari bekas pembantu rumah
tangga dan Satpam setempat dengan jelas menggambarkan bagaimana
“anehnya” hubungan itu. Sehingga korupsi di sekitar pengadaan
impor daging sapi semakin menunjukkan gejala yang semakin aneh yang
sulit diterima dengan logika.
Darin Mumtazah. Demikian
kabar dari media. Seorang pelajar kelas III SMK di Jatinegara.
Korupsi dan Perempuan
Sebelumnya kita
menyaksikan bagaimana pola-pola korupsi yang semakin canggih. Di
desain dengan cara-cara yang sulit dipahami publik, dilakukan di
tempat-tempat yang sulit dijangkau, dilakukan di tempat-tempat yang
jauh dari pantauan publik hingga dilakukan dengan pola-pola yang
berubah-ubah sehingga sulit dipantau.
Namun berita akhir-akhir
ini semakin jauh dari persoalan pokok korupsi. Berseliweran nama-nama
perempuan di sekitar korupsi semakin meyakini kita, korupsi telah
merambah berbagai lini. Apabila sebelumnya korupsi dilakukan hanya
berkaitan dengan “uang”, korupsi sudah merambah sampai ke
persoalan birahi. Korupsi dan perempuan memasuki fase baru.
Kekagetan kita bertambah.
Mulai beredarnya nama Darim Mumtazah yang dikaitkan dengan petinggi
Partai, semakin menguak “bau busuk. Ditangkapnya AF bersama dengan
mahasiswi kemudian berseliweran nama-nama perempuan di sekitar AF,
kemudian ditemukan nama Darim Mumtazah semakin mengernyitkan kening.
Mengapa perbuatan itu dilakukan justru “keduanya” didikan sekolah
di Timur Tengah ? Apakah pendidikan yang mereka terima tidak mampu
menahan iman yang merupakan pondasi penting dari ajaran agama ?
Mengapa mereka yang menjadi teladan dan tokoh dari partai islam
justru melakukan perbuatan yagn sangat memalukan ? Mengapa itu
terjadi ? Apakah islam dijadikan “kedok” untuk menutupi perbuatan
mereka ?
Namun belum selesai
pembahasan antara korupsi dan perempuan, dugaan perkawinan antara
petinggi partai dengan seorang anak sekolahan semakin menambah
rumitnya persoalan. Terlepas dari perkawinan yang telah dilakukan
sudah sesuai dengan ketentuan agama (yang biasa dikenal dengan
perkawinan siri), namun perkawinan itu sudah memasuki wilayah
perdebatan.
Sebagaimana sudah sering
disampaikan penulis, Menurut Islam, usia dewasa apabila seorang telah
mengalami akil baliq (sudah mengalami menstruasi). Usia ini
diperkirakan sejak anak kelas 6 SD hingga Kelas 3 SMP. Dengan
menggunakan kriteria akil baliq, maka seorang yang telah akil baliq
dianggap telah bertanggungjawab untuk melakukan perbuatan yang benar
dan salah.
Dalam lapangan ilmu
politik, usia 18 tahun merupakan usia yang dibenarkan untuk memilih
(18 tahun). Usia 18 tahun dibenarkan untuk mengikuti Pemilihan Umum
baik Pemilihan Presiden, DPR-DPRD, DPD, Kepala Daerah. Usia 18 tahun
merupakan usia yang matang, sehingga ilmu politik memberikan haknya
dan dianggap telah berfikir jernih untuk menyalurkan aspirasi
politiknya.
Didalam ilmu hukum, UU
Perkawinan mengamanatkan usia yang dibenarkan untuk perkawinan yaitu
19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Sehingga
seorang perempuan yang telah berusia 18 tahun dianggap telah dewasa
dan cakap bertindak dimuka hukum (tidak dibawah pengampu/perwalian).
Usia 18 tahun sudah bisa bertindak melakukan perbuatan hukum dan bisa
bertindak atas nama pribadinya (lihat UU Perlindungan Anak dan UU
Pengadilan Anak)
Begitu juga dengan
pewarisan, usia 18 tahun sudah mendapatkan hak yang sama dengan
saudara-saudara untuk membicarakan pewarisan.
Namun yang unik, didalam
pasal 332 KUHP, justru perempuan dibawah 21 masih dianggap dalam
perlindungan orang tuanya sehingga membawa perempuan dibawah umur 21
tahun masih dianggap sebagai perbuatan pidana. Dalam berbagai
kasus-kasu di persidangan, pasal ini merupakan salah satu pasal yang
menimbulkan kontroversial karena disatu sisi, sebagai praktek sosial,
usia 18 tahun sudah dianggap dewasa namun pasal 322 KUHP justru pada
usia 21 tahun.
Namun uraian diatas,
apabila dilihat dari ranah sosiologi lebih tepat menggunakan ukuran
fisik. Dalam ukuran menjadi seorang Presiden, justru menggunakan
patokan umur 35 tahun. Bahkan menjadi seorang Pimpinan KPK justru
berumur 40 tahun. Bahkan untuk menjadi Hakim Agung berumur 45 tahun.
Sehingga ukuran yang digunakan (umur 35 tahun, umur 40 tahun dan umur
45 tahun) digunakan sebagai usia “kematangan” berfikir untuk
menduduki jabatan publik yang berdampak dalam sistem ketatanegaraan.
Lantas apakah perkawinan
yang menurut agama Islam sudah sesuai apabila kita bandingkan dengan
berbagai ketentuan perundang-undangan sudah bisa diterima dengan akal
sehat.
Entahlah. Namun persoalan
korupsi sudah memasuki wilayah aneh. Perempuan dan korupsi merupakan
tema baru dalam korupsi.
19 Mei 2013
opini musri nauli : KORUPSI MEMANG CANGGIH
Apel
Malang, Apel Washington
Pelumas,
semangka, Bos Besar
Arbain
Milyar Cash
Daging
busuk, salam putih
Persidangan
“dugaan” korupsi daging impor sapi memasuki babak baru. Terlepas
berbagai issu seperti “dugaan” terlibatnya petinggi Partai, tarik
menarik barang bukti yang akan disita, kejutan demi kejutan
mengagetkan publik. Kata-kata yang digunakan mengernyitkan dahi. Apa
“skenario” yang akan dilakukan.
Kata-kata
yang digunakan memang bermaksud agar “pembicaraan” berlangsung
yang dikuatirkan akan “disadap” tidak mudah diketahui isi
pembicaraannya.
17 Mei 2013
opini musri nauli : Pesan Penegas sang Pembesar
“DEMI
ALLAH.
SAYA
TIDAK MELAKUKAN APA YANG DITUDUHKAN.
Wallahi.
Terkutuklah
mereka yang berkata
diatas
kepala mereka terletak kitab suci.
Kata-kata
itu seakan-akan mantra yang mampu menghipnotis seluruh ruangan
persidangan. Suara yang gelegar memecah keheningan ruangan
persidangan “menantang” siapa saja yang berlaku zholim kepada
ketidakadilan.
11 Mei 2013
opini musri nauli : PENYITAAN OLEH KPK
Dalam
sebuah headline di berbagai media massa, diceritakan, KPK akan
“menyita” menyita tiga mobil yang ada di areal parkir Kantor DPP
PKS, Jalan TB Simatupang. Tiga mobil yang disita adalah VW Caravelle
B 948 RFS, Mazda CX 9 B 2 MDF dan Fortuner B 544 RFS. Salah satu
mobil adalah milik mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dan
sisanya merupakan mobil operasional PKS.
Perdebatan
muncul. Apakah KPK bisa “menyita” tanpa izin dari pengadilan ?
Secara
prinsip, mengenai penyitaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan
(baik orang maupun rumah) merupakan perbuatan yang harus diatur
didalam hukum. Didalam KUHAP, biasa dikenal dengan istilah “upaya
paksa”. Sebagai upaya paksa, maka terhadap ketentuan mengaturnya
diatur oleh hukum.
Pentingnya
mengatur “upaya paksa” merupakan perlindungan hak asasi manusia
dari perbuatan yang sewenang-wenang. Sebagai negara yang menjunjung
negara hukum (rechtstaat), perlindungan dari perbuatan
sewenang-wenang merupakan ciri khas dibandingkan dari negara barbar.
Negara yang sewenang-wenang.
Demikianlah
pikiran kita mengenai “upaya paksa” yang didalamnya juga mengatur
tentang “penyitaan”. Ketentuan mengenai hal itu dapat kita lihat
didalam KUHAP.
Namun
secara prinsip, KUHAP yang berasal dari UU No. 8 Tahun 1981 hanya
mengatur prinsip-prinsip umum. Prinsip umum dapat dikecualikan dengan
ketentuan yang mengatur khusus. Dalam ilmu hukum biasa dikenal dengan
istilah “lex spesialis derogat lex generalis”. Artinya Ketentuan
khusus dapat mengenyampingkan ketentuan umum.
Nah.
Sekarang mari kita lihat bagaimana ketentuan yang mengaturnya.
Didalam KUHAP telah diatur mengenai “penyitaan”. Pada pasal 1
ayat (16) KUHAP dijelaskan “Penyitaan
adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam
penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Sedangkan
pasal 38 KUHAP dijelaskan “(1)
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua
pengadilan negeri setempat. (2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin
untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi
ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas
benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua
pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.
Namun
menggunakan asas “lex spesialis derogat lex generalis”, maka
ketentuan pasal 38 KUHAP dapat dikesampingkan. Pasal 38 KUHAP
merupakan asas-asas yang umum dimana dapat dikecualikan dengan UU No.
30 Tahun 2002 Tentang KPK.
Pasal
47 ayat (1) UU KPK “Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti
permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin
Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya.
Sedangkan ayat (2) Ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur mengenai
tindakan penyitaan, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini. Ayat
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membuat berita
acara penyitaan pada hari penyitaan yang sekurang- kurangnya memuat
nama, jenis dan jumlah barang atau benda berharga lain yang disita.
Keterangan tempat, waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan
penyitaan. Keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang
atau benda berharga lain tersebut. Tandatangan dan identitas
penyidik yang melakukan penyitaan dan tandatangan dan identitas dari
pemilik atau orang yang menguasai barang tersebut. Salinan berita
acara penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada
tersangka atau keluarganya.
Untuk
menegaskan asas “lex speciali derogat lex generalis”, maka pasal
47 ayat (2) UU KPK menegaskan “Sedangkan ayat (2) Ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur mengenai
tindakan penyitaan, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini.
Kata-kata
“ketentuan peraturan yang mengatur tentang penyitaan” sebenarnya
merujuk kepada pasal 38 KUHAP.
Dengan
menggunakan asas ““lex speciali derogat lex generalis” dan
pasal 47 ayat (2) UU KPK, maka penyidik KPK dapat melakukan penyitaan
tanpa “izin” dari Ketua Pengadilan.
Advokat,
Tinggal di Jambi
Dimuat di Posmetronline, 11 Mei 2013
http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/18107-penyitaan-oleh-kpk.html
Dimuat di Posmetronline, 11 Mei 2013
http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/18107-penyitaan-oleh-kpk.html
Langganan:
Postingan (Atom)