Akhir-akhir ini kita
dikabarkan tentang meninggalnya Indra Pelani di Bukit Rinting, Lubuk
Mandarsyah, Tebo. Lokasi meninggalnya kemudian merupakan tempat
“antara masyarakat” Lubuk Mandarsyah dengan izin PT. WKS.
Group APP sebagai penyuplai bubur kertas dan pemain utama di
Indonesia.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
19 Agustus 2015
16 Agustus 2015
opini musri nauli : WAJAH ELANTO
“Kami
tidak terlalu khawatir
jika
anak-anak sekolah dasar kami tidak pandai Matematika”
Kami
jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri.”
Guru
di Australia
Di
negara maju sekalipun, budaya antri tetap menjadi kekhawatiran para
guru. Guru resah apabila murid-murid tidak antri. Budaya antri sudah
menjadi lambang dari masyarakat yang beradab.
Leadership Basic Training BEM STIKBA, Jambi, 16 Agustus 2015
Semangat muda selalu menambah amunisi untuk menatap langkah ke depan...
Leadership Basic Training BEM STIKBA, Jambi, 16 Agustus 2015
06 Agustus 2015
opini musri nauli : BABEL DALAM PUSARAN TAMBANG
BABEL1
DALAM PUSARAN TAMBANG
Ketika mendengarkan nama
Bangka Belitung (Babel), maka yang terbayang adalah Timah, Laskar
Pelangi dan dan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Semuanya tidak mudah
dilupakan karena cerita yang mudah diingat dan paling sulit
dilupakan. Babel merupakan nama Propinsi tahun 2001 setelah sebelum
masih tergabung dengan Propinsi Sumatera Selatan. Terdiri dari 407
pulau namun hanya 50 pulau yang berpenghuni.
29 Juli 2015
opini musri nauli : AGAMA UNTUK ANAKKU
Masalah
moral masalah akhlak..
Biar
kami cari sendiri..
Urus
saja moralmu.. urus
saja akhlakmu
Peraturan
yang sehat yang kami mau..
(Manusia
Setengah Dewa, Iwan Fals)
Entah mengapa saya suka
sekali syair yang disampaikan oleh Iwan Fals sebagai perwakilan suasana hati
dan gundah terhadap cerita dari putraku. Ya. Tutur cerita kali ini
menanggapi pertanyaan putraku.
28 Juli 2015
opini musri nauli : PILGUB JAMBI 2015
Tanggal
27 Juli 2015 merupakan hari bersejarah bagi pemilik suara 2,5 juta
(Pilpres 2014) rakyat Jambi. Dua pasang kandidate mendaftarkan
ke KPU. Hasan Basri Agus-Edi Purwanto (BA-EP) yang didukung Partai
Demokrat, PDI-P, Partai Gerindra, PKS dan Zumi Zola – Farori Umar
(ZZ-FU) yang didukung PAN, PKB, PBB, Partai Hanura dan Partai Nasdem.
Dengan didukung partai, maka HBA-EP memenuhi persyaratan dengan total
kursi di DPRD Propinsi 25 kursi (45,45%). Begitu juga dengan ZZ-FU
dengan 18 kursi (32,73%). Tinggal persyaratan teknis yang disusun
oleh KPU Propinsi Jambi untuk mengesahkannya.
26 Juli 2015
opini musri nauli : Berjalan di Negeri Minangkabau
BERJALAN DI NEGERI MINANGKABAU[1]
Menyebut
Minangkabau maka yang terbayang adalah makanan rendang, petatah-petitih, rumah
adat yang khas dengan kepala tanduk kerbau hingga berbagai panorama indah di
Barat-nya Sumatera. Pengaruh Minangkabau ataupun kebudayaan Minangkabau di
Propinsi Sumatera merata mulai dari kawasan pantai barat yang memanjang di
Sumatera mulai dari barus hingga Indrapura.
17 Juli 2015
opini musri nauli : IDUL FITRI 2436 H – Kemenangan Fitri atau kemenangan Harga diri
Usai
sudah perjalanan puasa selama sebulan penuh. Berbagai rintangan menjalani puasa
berhasil dilewati. Suara takbir dengan kalimat “mengagungkan kebesarannya” terus dikumandangkan. Suara ini kemudian
semakin menggema menjelang 1 syawal. Tanda memasuki bulan baru bulan
kemenangan.
13 Juli 2015
opini musri nauli : MAKNA WAKIL TUHAN
Akhirnya Suparman Marzuki Ketua Komisi Yudisial dan
Taufiqurahman Sauri komisioner KY ditetapkan tersangka. Keduanya dilaporkan
oleh Sarpin Rizaldi, Hakim Praperadilan Budi Gunawan. Saya tidak mau
berkomentar sikap dari penyidik yang kemudian “menempatkan” Ketua KY dan
Komisioner KY sebagai tersangka. Apakah procedural atau cuma persoalan teknis
penyidikan, biarlah itu menjadi ranah dari proses hokum.
Melihat Ketua dan Komisioner KY ditetapkan sebagai
tersangka menimbulkan persoalan di ranah etika.
Sebagai pelapor, Sarpin Rizaldi sebagai hakim
menimbulkan persoalan etika. Apakah dibenarkan seorang hakim membuat laporan
polisi dan bertindak sebagai masyarakat biasa.
Tidak ada ketentuan yang melarangnya. Merupakan hak
Sarpin Rizaldi sebagai manusia pribadi (naturalijkpersoon)
yang merasa “nama baiknya tercemar’.
Namun memegang fungsi sebagai “wakil tuhan”, posisi Hakim memang menjadi sasaran tembak dari
berbagai kalangan. Pihak yang dikalahkan tentu saja tidak terima putusan
pengadilan. Begitu juga dengan pihak yang menang sering merasakan keadilan dari
putusan pengadilan.
Sebagai wakil Tuhan, manusia yang bertugas sebagai
hakim memang “dikarunia” ilmu hokum
yang jumawa, memegang keadilan, menjaga nilai-nilai luhur. Jauh dari rasa ingin
dipuji dan siap dicerca.
Sebagai wakil Tuhan, hakim tetap teguh dengan
pendirian dan kukuh mempertahankan keadilan. Di tengah berbagai ancaman, teror,
pujian, hakim harus tetap memutuskan berdasarkan keadilan.
Sehingga dia rendah hati untuk menjawab berbagai
tudingan. Termasuk mereka yang terus mencerca pengadilan. Mencerca pengadilan
sudah ada norma yang mengatur. Konsep “penghinaan
pengadilan” merupakan pintu yang membentengi diri dari Hakim.
Rasa rendah hati inilah yang harus menjadi pegangan
hakim termasuk mendengarkan suara sumbang terhadap putusannya.
Dengan rendah hati inilah, tokoh-tokoh sekaliber
Bismar Siregar, M. Asikin atau Benyamin
Mangkudilaga begitu dihormati.
Ketiganya begitu tenang ketika berbagai putusan
dianggap “kontroversi” dan menjadi
bahan diskusi di kampus-kampus hokum.
Bismar Siregar “dianggap”
sebagai Hakim yang tidak mengerti hokum yang menggunakan ‘asas analogi” dalam
peristiwa pidana dianggap menabrak perangkat-perangkat hokum.
M. Asikin dianggap “tidak mengetahui hokum acara perdata” ketika mengabulkan dan
memutuskan melebihi dari permohonan (ultra petita) dari pemohon kasus di Papua.
Sebuah asas yang paling dihindarkan dalam putusan perdata.
Sedangkan Benyamin Mangkudilaga “dianggap” tidak mengerti tentang SIUPP yang mengabulkan keberatan
dari pembreidelan Tempo dkk.
Ketiganya kemudian “dianggap” tidak mengerti hokum, tidak menguasai hokum acara bahkan
tidak mengetahui perkembangan hokum.
Namun ketiganya tidak tersinggung. Bahkan tidak “berencana” membuat laporan atas
penghinaan nama baik atas berbagai komentar terhadap putusannya.
Pelan tapi pasti. Putusan Bismar Siregar, M. Asikin
dan Benyamin Mangkudilaga menjadi “landmark
decusion” putusan yang memberikan keadilan. Ketiganya kemudian menjadi “manusia” dikirimi dari langit untuk
mengurusi umat manusia.
Sehingga tidak salah kemudian public mengingatnya
sebagai pendekar hokum yang mumpuni.
Tentu saja kita kehilangan tokoh-tokoh sekaliber
mereka. Tugas “wakil Tuhan” sekarang
cuma memutuskan tanpa menggali keadilan di tengah masyarakat.
Dan kita sekarang menyaksikan putusan pengadilan yang
monoton. Kering tanpa makna.
Dan itu dimulai dari perilaku hakim yang “tidak” memaknai sebagai “wakil Tuhan” yang dikirimi Tuhan sebagai
manusia adiluhung menjaga nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
opini musri nauli : cara Membaca Perber
CARA MEMBACA PERBER[1]
Musri Nauli[2]
Ketika
PERBER [3]
kemudian dijadikan salah satu tema diskusi, maka saya kemudian menjadikan
kesempatan memotret PERBER ini secara utuh. Kesempatan melihat PERBER dilihat
dari berbagai aspek berangkat dari “good
will” dari Negara melihat persoalan kehutanan secara utuh.
Langganan:
Postingan (Atom)