Akhir-akhirnya
issu gambut mulai memantik diskusi kalangan kampus, akademisi, praktisi hukum, Pemerintah,
LSM dan masyarakat. Kebakaran massif sejak tahun 2006 (Walhi 2012) dan kemudian
“meledak” tahun 2013, 2015 dan 2016 membuat dunia terhenyak melihat gambut.
Pemerintah Jokowi “gagap” dan kewalahan menghadapi kebakaran.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
14 Agustus 2017
11 Agustus 2017
opini musri nauli : NYONYA MENEER DAN ETNOFARMASI
Berita
tentang bangkrutnya perusahaan PT. Nyonya Meneer menyentak public setelah
Putusan Pengadilan Negeri Semarang menyatakannya.
Yang
menarik dengan rentang berdiri sejak tahun 1919, PT Nyonya Meneer dikenal
sebagai perusahaan yang bergerak di bidang industry jamu yang didirikan oleh
Lauw Ping Nio alias Nyonya Meneer. Dengan usia yang panjang, Nyonya Meneer
berhasil mewarnai pengetahuan masyarakat tentang Jamu. Sehingga tidak salah
kemudian PT. Nyonya Meneer memiliki asset mencapai 16 trilyun dan karyawan
mencapai 1.100 orang.
10 Agustus 2017
ANAK BANDEL
Saya mengagumi sianak "bandel", begitu saya menyebutnya sejak menjadi anak saya waktu dikampus dulu.
Tahu-tahu kemaren sore, dia muncul dikediaman saya, saya yang lagi istirahat karena agak kecapean, dengan agak malas membuka pintu, ternyata yang muncul sianak bandel itu.
Melihat tampangnya saya jadi bersemangat, langsung saya persilahkan duduk.
Saya tidak membuang waktu, langsung saya lepas umpan untuk memancing seberapa dalam ilmu yang sudah dimiikinya.
Kami terlibat diskusi yang hangat. Selesai diskusi, dia menyerahkan sebuah karya tulisnya (buku) dgn judul: "WAJAH HTI", lantas pergi.
Sesuai kebiasaan saya, buku tsb. langsung saya baca dan barusan selesai.
Akhirnya saya meyakini thesis yang saya yakini selama ini, bahwa "KADAR INTELEKTUALITAS SESEORANG, TIDAK DITENTUKAN OLEH SEBERAPA TINGGI PENDIDIKAN FORMAL YANG SUDAH DITEMPUHNYA, TETAPI DITENTUKAN OLEH SEBERAPA BANYAK ILMU YG SUDAH DIGALI DAN DISERAPNYA, BAIK MELALUI LITERATUR, MAUPUN MELALUI ALAM SEKITARNYA. SEBALIKNYA SUDAH SEBERAPA BANYAK PULA ILMU YG DIMILIKI ITU DIKEMBALIKAN KEPADA MASYARAKAT, BAIK MELALUI KARYA NYATA, MAUPUN MELALUI KARYA TULS".
Anak bandel yang satu ini mungkin memiliki sesuatu, yg tidak dimiliki anak-anak lain, yaitu:" API YANG SELALU MEMBARA DIHATINYA, YANG SIAP MEMBAKAR KETIDAK ADILAN YANG TERJADI DALAM MASYARAKAT.
Saya sangat merindukan anak-anak muda seperti ini.
Baca : Hadiah 20 Tahun
09 Agustus 2017
opini musri nauli : Silang sengkarut Peraturan Gambut
Memasuki
musim panas, ingatan kolektif rakyat di 5 Propinsi (Riau, Jambi, Sumsel,
Kalbar, Kalteng) mulai mengancam.
08 Agustus 2017
opini musri nauli : Hadiah 20 Tahun
20
tahun yang lalu, saya menyelesaikan “kuliah” mahasiswa paling lama dengan
mengikuti ujian akhir. Mengikuti sidang Skripsi. Sebuah tugas akhir yang
dilakukan mahasiswa akhir angkatan 90 Fakultas Hukum UNJA.
Sebagai
mahasiswa paling akhir angkatan 90, ujian Skripsi “lebih terkesan” mengusir
mahasiswa sebelum jatah kuliah habis. Atau bisa “diusir” dan gagal menjadi
alumni.
30 Juli 2017
Musri Nauli : Repot Nanti Jika Pejabat Tidak Berpengalaman dan Paham dibidangnya
Hasil 3 besar Lelang Jabatan yang dalam prosesnya diduga oleh Aliansi Masyarakat Peduli Jambi Tuntas (AMPJT) banyak ditemukan pelanggaran, tampaknya mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Diantaranya Praktisi Hukum Jambi Musri Nauli.
Menurut Musri saat dihubungi kajanglakonews.com, Minggu (30/07), seleksi lelang jabatan ini kita kembalikan pada aturan yang ada. Baik itu aturan ASN maupun peraturan yang dikeluarkan oleh kementrian yang bersangkutan.
“Kan sudah jelas aturan mainnya, ya sudah Pansel ikuti saja itu, ungkap Musri.
Sementara itu terkait dengan persyaratan Administrasi yang heboh dipersoalkan belakangan ini,
Musri mengakui seyogyanya calon pejabat yang akan menduduki jabatan harus berpengalaman dan paham sesuai dengan bidang yang dilamar.
“Provinsi inikan sifatnya Koordinasi, repot nanti jika pejabat setingkat Kepala Dinas tidak paham dan berpengalaman dibidangnya, jelas Musri dengan nada tegas. (Mdn)
http://kajanglakonews.com/2017/07/30/musri-nauli-repot-nanti-jika-pejabat-kadis-tidak-beberpengalaman-dan-paham-dibidangnya/
opini musri nauli : BANJIR MENGINTAI PENDUDUK JAMBI
Memasuki
Bulan Februari 2017, Jambi kemudian “dihadiahkan” berita tentang banjir yang
menggenangi hampir seluruh wilayah di Jambi. Berbagai berita kemudian “muara”
dari akibat salah urus Negara didalam menata sumber daya alamnya.
Dengan luas 2,1 juta hektar
kawasan hutan namun laju (deforestrasi)
menyebabkan luas lahan kritis di Provinsi Jambi pada tahun 2007 yaitu
618.891 ha (kritis 614.117 ha dan sangat kritis 4.774 ha). Pada tahun
2011 luas lahan kritis meningkat menjadi 1.420.602 ha (kritis 341.685 ha dan
sangat kritis 1.078.917 ha)[1].
29 Juli 2017
opini musri nauli : Penganiayaan berdasarkan Hukum Adat Jambi
Didalam
Hukum Adat Jambi yang berdasarkan kepada “Induk 8. Anak 12” dikenal tindak
pidana adat mengenai Penganiayaan.
”Anak 12” Seloko menyebutkan ’Lebam Balu”
dan ”Luka Lukih”. Lembab Balu adalah perbuatan menyakiti yang menyebabkan
terjadinya tanda/bekas berupa ”lebam” tanda memerah. Sedangkan ”balu” perbuatan
menyakiti yang menyebabkan terjadinya ”balu” berupa tanda ”biru (balu).
opini musri nauli : EVALUASI TAHUN 2 KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN PROPINSI JAMBI
“Mereka berjanji
membangun jembatan
meskipun
sebenarnya tidak ada sungai di sana.”
Nikita Kruschev
(1894-1971)
Ketika menghadiri
acara Hari Puisi Nasional, saya mendapatkan undangan untuk menghadiri acara “Bang Ros Show” di Hotel
Novita tanggal 29 Juli 2017. Yang terbayang saya terhadap acara pasti akan
seru, menarik, mengkritik bahkan mengecam tahun 2 Pemerintahan Zumi
Zola/Fachori Umar. Saya akan membayangkan angka-angka, data-data bahkan
keberhasilan pembangunan yang telah dijalani selama Pemerintahan Zola/Fachrori.
Setelah
menghadiri pertemuan di Walhi Jambi, saya kemudian meluncur bersama dengan Feri
Irawan (mantan Direktur Walhi Jambi dan Husni Thamri (kak ook/Pesta Pinse). Saya
kemudian tekun mendengarkan paparan dari pemateri yang terdiri dari Pantun
Bukit, AR Syahbandar dan Asad Isma. Ketiganya kemudian menyoroti aspek
perjalanan Pemerintahan Propinsi Jambi dilihat dari aspek pemerintahan seperti “Pemberhentian
31 SKPD dan 600 pengangkatan pejabat Eselon 3 dan Eselon 4, pendidikan, Pulau
Berhala dan aspek lain seperti penerimaan siswa baru. Saya kemudian mencatat
setiap detail yang dipaparkn sembari melihat angka-angka ataupun data-data yang
bisa disampaikan.
Saya kemudian
tertarik melihat perjalanan Pemerintahan Zola/Fachori tahun ke 2 dari 3 aspek.
Aspek pertama yaitu Zola sebagai Politisi,. Aspek kedua Zola sebagai Kepala
Pemerintahan (Gubernur) dan aspek ketiga berkaitan dengan Pemimpin “Idol”.
Dari aspek
Politisi saya kemudian teringat perkataan Nikita Kruschev (1894 – 1971) yang
menyebutkan politisi “Mereka berjanji membangun jembatan meskipun sebenarnya
tidak ada sungai disana.
Dalam
diskusi-diskusi informal, pernyataan ini melambangkan “janji” politik yang
“membuai” dan “meninabobokkan” pendengarnya (audience). Makna “mereka berjanji
membangun jembatan” dipadankan dengan kalimat “meskipun sebenarnya tidak ada
sungai” adalah janji yang diucapkan dihadapan audience walaupun janji itu tidak
dapat dipenuhi.
Ya. Janji
politisi “sulit dipegang”. Janji politisi sulit diukur apakah akan bisa
“tertunai” ataupun bisa dipenuhi” setelah terpilih.
Program pertama
Zola/Fachori “Merebut pulau berhala’.
Janji heroic dan sekaligus “membangkitkan spirit untuk memilihnya”. Dan janji
ini kemudian membangkitkan “harapan” sekaligus “mengaduk-aduk emosi rakyat
Jambi yang sempat terluka “setelah
lepasnya Pulau Berhala’.
Secara sekilas,
janji “merebut Pulau Berhala” mampu menggetarkan dan membangkitkan sebagai
perlawanan heroic sebagai program unggulan.
Namun sebagai
janji politisi yang sulit diukur untuk meraihnya, setelah terpilih maka tidak
ada satupun desain didalam upaya untuk mewujudkannya. Program ini tidak jelas
cerita juntrungannya.
Padahal MK
telah tegas memutuskan Pulau Berhala masuk kedalam wilayah administrasi
Kabupaten Lingga.
Lalu apa saja
kerja anggota DPR-RI dari Jambi ketika pembahasan UU Kabupaten Lingga yang
kemudian memasukkan wilayah Pulau Berhala masuk kedalam kabupaten Lingga ?
Dimana mereka ketika pembahasan UU tersebut.
Padahal
peta-peta peninggalan Belanda jelas menunjukkan Pulau Berhala (disebutkan
didalam peta sebagai “straat Berhala”) masuk kedalam Residentie Djambi. Baik
didalam peta seperti peta Schetskaart Residenntie Djambi. Peta-peta ini justru
menunjukkan nyata-nyata Residentie Riouw tidak memasukkan Pulau berhala masuk
kedalam wilayah administrasi Riau. Didalam peta dengan jelas menggambarkan
Straat Berhala masuk kedalam wilayah residentie Jambi.
Belum lagi Peta
Belanda seperti Schetkaart Resintie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun
1910, Skala 1:750.000, Schetskaart Van de Residentie Djambi, Tahun 1906, Skala
1 : 500.000, Schetskaart Van de Residentie Djambi, Bewerkt door het
Encyclopaedisch Bureau 1922 – 1923, Skala 1 : 750.000, Automobielkaart van Zuid
Sumatra Samengesteld en Uitgegeven door Koniklijke , Vereenging Java Motor
Club, Tahun 1929, Skala 1 : 1.500.000, Economical MAP of The island Of Sumatra,
Gold and silver, Tahun 1923, Skala 1 : 1.650.000, Verkeers en Overzichtskaart
van het eiland Sumatra, Tahun 1929, Skala 1.650.000, dan Kaart van het eiland
Sumatra, Tahun 1909, Skala 1 : 2.000.000, Aangevende de ligging Der
Erfachtsperceelen en Landbrouwconcessies Of Sumatra, Tahun 1914, Skala 1 :
2.000.000 telah jelas menerangkan posisi Pulau Berhala termasuk kedalam
Residentie. (Jambi Ekspress, 26-27 Februari 2012 dan Jambi Ekspress, 5 Maret
2017).
Namun putusan
MK kemudian menyatakan hal sebaliknya. Selain pemilik tanah pernah mengajukan
sertifikat Hak Milik kepada Kabupaten Lingga juga pembangunan fisik lebih
intensif dilakukan oleh Kabupaten Lingga.
Dengan
mengajukan sertifikat Hak Milik Tanah (SHM) kepada Kabupaten Lingga dan
kemudian “pembangunan fisik oleh Kabupaten Lingga” maka menjadi pertimbangan
bagi MK, Kabupaten Lingga lebih tepat memiliki Pulau Berhala dibandingkan
dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Didalam asas konsensualitas biasa dikenal
sebagai “penundukan diri diam-diam (veronder
stelde). Dengan
“menundukkan diam-diam”, maka pemilik tanah mengakui Kabupaten Lingga sebagai
“penguasa” dan “pengurus” wilayah Pulau Berhala.
Sehingga MK
kemudian memutuskan UU Kabupaten Lingga lebih tepat memasukkan Pulau Berhala
dibandingkan dengan UU Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Dengan maka putusan MK
bersifat final dan mengikat.
Maka “merebut
Pulau Berhala” adalah utopia. Mimpi disiang bolong. Atau dengan kata lain,
“merebut pulau Berhala” tidak dapat dilanjutkan dan haruslah dihentikan sebagai
program unggulan Zola/Fachori.
Utopia yang
lain berupa paparan Visi – Misi Gubernur/Wakil Gubernur Jambi 2016 – 2021.
Berdasarkan dokumen yang diserahkan kepada KPU Propinsi Jambi disebutkan “tutupan hutan masih 70% dari wilayah Jambi.
Pertanyaan mengganggu saya adalah ‘siapa yang
menyusun Visi – Misi Zola/Fachrori yang “menyebutkan “tutupan hutan masih 70%
dari wilayah Jambi”. Darimana sumbernya.
Dengan kalkulasi luas wilayah Jambi 4,8 juta
hektar dikalkulasikan 70% wilayah Jambi, maka menurut dokumen Visi-Misi
Gubernur/Wakil Gubernur Jambi, maka tutupan hutan Jambi “masih” 3,6 juta
hektar. Angka ini sungguh “menggelikan” apabila tidak dikatakan “mengerikan”
ataupun “memalukan”.
Padahal berbagai data sudah menunjukkkan Laju
kerusakan hutan (deforestrasi) menyebabkan luas lahan kritis di Provinsi
Jambi pada tahun 2007 yaitu 618.891 ha (kritis 614.117 ha dan sangat kritis
4.774 ha). Pada tahun 2011 luas lahan kritis meningkat menjadi 1.420.602 ha
(kritis 341.685 ha dan sangat kritis 1.078.917 ha).
Penurunan luasan tutupan lahan hutan Jambi selama kurun waktu 10 tahun berkurang sebesar 1 juta hektar. Dari 2,4 juta hektar pada tahun 1990 menjadi 1,4
juta hektar pada tahun 2000 atau sebesar 29,66 persen dari total luas wilayah
Jambi. Pengurangan tutupan lahan hutan ini terjadi di dataran rendah dan
pegunungan, yaitu 435 ribu hektar. Sisanya terjadi di lahan rawa gambut.
Belum lagi kawasan
hutan sekitar 40 % dari wilayah Propinsi Jambi ternyata tidak diimbangi dengan
pemberian izin kepada masyarakat. Masyarakat yang telah berada dan sekitar
hutan ternyata mengalami persoalan terhadap “ruang kelola rakyat”.
Dengan penghitungan sederhana, maka “sebenarnya” tutupan hutan di Jambi
tinggal 800 ribu hektar. Itupun termasuk didalam kawasan Taman Nasional.
Dengan demikian maka paradigma “tutupan hutan 70% wilayah Jambi” merupakan
“ilusi” sebelum reformasi. Ataupun “mimpi” yang belum terbangun disaat kondisi
sekarang.
Sehingga tidak salah kemudian “Merebut pulau
Berhala” dan “tutupan hutan 70% dari wilayah Jambi” adalah Zola/Fachrori
sebagai Politisi.
Sebagai
Gubernur, penghormatan kepada Gubernur ditandai sebagai “Raja”. Makna ini
sering disebutkan didalam Seloko Jambi ““Alam sekato Rajo,
Negeri sekato Bathin. Atau Alam berajo, rantau bejenang, kampung betuo, negeri
bernenek mamak. Atau “Luak Sekato Penghulu, Kampung Sekato Tuo, Alam sekato
Rajo, Rantau Sekato Jenang, Negeri sekato nenek moyang.
Perumpamaan
Raja seperti Pohon Beringin. Yang ditandai dengan seloko “Pohon gedang di tengah dusun. pohonnya
rindang. Akar tempat besilo. Dan Dihormati “didahulukan selangkah. Dilebihkan sekato.
Atau
“tempat pegi betanyo. Tempat balek
becerito”. Yang berhak untuk memutih menghitamkam, Yang
memakan habis, memancung putus, dipapan jangan berentak, diduri jangan
menginjek.
Namun diskusi lebih hangat apabila dikemas
dengan gaya entertainment. Saya kemudian lebih tepat melambangkan Pilkada Idol.
Sehingga pemenang Pilkada adalah pemenang Idol. Dan kemudian sebagai pemenang
Idol maka Zola lebih menarik dilihat sebagai gaya entertainment. Sebagai
pemimpin Idol.
Sebagai hiburan ditengah “kesumpekkan”
suasana politik, maka lebih menghibur suasana politik dengna melihat suasana “berselfie
ria” dibandingkan angka-angka atau data-data yang membuat kepala berdenyut.
Baca : catatan hukum 2015 dan MENCARI PEMIMPIN JAMBI
Musri Nauli : Anggap Saja Zumi Zola Sebagai Artis (Bukan Gubernur
Ia menilai dari sisi Zola –sapaan Zumi Zola- sebagai tokoh politisi, sebagai pemimpin pemerintahan dan pemimpin idol atau artis. “Sampai hari ini saya melihatnya lebih kepada pemimpin idol daripada dua sisi lainnya,” ujar Musri Nauli saat memberikan pendapatnya mengenai sosok Zumi Zola, dalam diskusi publik dengan tema menagih janji Zumi Zola, di Novita Hotel, Sabtu (29/7).
Alasan Musri, hingga saat ini, yang terlihat dari Zumi Zola hanya sebatas memberikan hiburan kepada masyarakat dengan ber-selfie ria.
“Jadi daripada kita kesel sendiri melihat Pak Gubernur ini, ya, mending kita tetap anggap dia artis lah,” ujar Musri, disambut gelak tawa undangan lain.
Sementara, kalau dilihat dari Zola sebagai kepala pemerintahan, belum ada dampak positifnya ke masyarakat. “Mungkin karena semua programnya sedang disusun,” imbuhnya.
Dalam diskusi itu, panitia menghadirkan tiga narasumber, mulai dari Wakil Ketua DPRD AR Syahbandar, tim ahli dan pengamat pemerintahan Jambi Pantun Bukit. Hadir pula As’ad Isma sebagai praktisi pemerintahan dan politik. (hry)
http://www.serujambi.com/musri-nauli-anggap-saja-zumi-zola-sebagai-artis/
Langganan:
Postingan (Atom)