Alhamdulilah. www.musri-nauli.blogspot.com, menembus angka rangking Alexa 5.831.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
07 April 2021
opini musri nauli : Alhamdulilah
opini musri nauli : kejahatan kesusilaan 2003
06 April 2021
opini musri nauli : Umbu Landu Paranggi
Cintalah yang membuat diri betah untuk sesekali bertahan
Karena sajak pun sanggup merangkum duka gelisah
Kehidupan
Baiknya mengenal suara sendiri dalam mengarungi
Suara-suara diluar sana
Sewaktu-waktu mesti berjaga dan pergi, membawa
Langkah kemana saja
Karena kesetiaanlah maka jinak mata dan hati pengembara
opini musri nauli : Penyelesaian Diluar Pengadilan (out of settlement/Mediasi)
Dalam praktek hukum acara perdata, kita mengenal mekanisme penyelesaian diluar pengadilan (out of settlement). Setiap dimulai sidang perdata, hakim selalu mengajak dan menghimbau agar dilakukan musyawarah agar dapat diselesaikan diluar pengadilan. Bahkan sampai belum diputusnya perkara perdata, hakim selalu memberikan kesempatan. Aturan ini sebenarnya dapat dilihat didalam Hukum Acara Perdata. (Reglemen Indonesia yang diperbahrui (HIR) Staatsblad 1941 Nomor 44 dan Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg) Staatsblad 1927 Nomor 227)
opini musri nauli : Penyitaan
Secara prinsip, hak milik merupakan “hak asasi” yang dijamin oleh berbagai prinsip dunia yang kemudian diatur didalam konstitusi. Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945 telah menegaskan “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”.
opini musri nauli : masa surut hukum pidana (Daluarsa)
Didalam Hukum Pidana, dikenal masa berlaku surutnya tindak pidana. Seseorang selama waktu tertentu belum diperiksa dan diproses secara hukum, maka tidak dapat dikenakan lagi perbuatannya. Istilah ini kemudian dikenal “daluarsa”.
Pasal 78 ayat (1) KUHP menegaskan “Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa terhadap (1) mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun; (2) mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun; (3) mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun; (4) mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
opini musri nauli : Class action
Didalam sistem hukum Eropa Kontinental (sistem Hukum yang diadopsi Belanda dan kemudian diteruskan Indonesia), cara mengajukan gugatan biasa dikenal dengan prinsip. Siapa yang dirugikan, maka dia yang berhak menggugat. Prinsip inilah yang selalu diperiksa oleh Pengadilan dalam setiap perkara perdata
Namun dalam perkembangan ilmu hukum yang terus berkembang, berbagai cara ini kemudian dianggap kurang maju, rumit, sulit pembuktian dan cenderung “terjebak‘ dalam berbagai aturan administrasi.
opini musri nauli : Hak Gugat Organisasi (Legal standing)
Didalam sistem Hukum Indonesia “sebenarnya” tidak dikenal dengan gugatan hak gugat organisasi (legal standing). Legal standing bermula disaat Walhi mengajukan gugatan terhadap perusahaan pembakar asap tahun 1997. Walaupun gugatan itu ditolak, karena dianggap tidak dapat membuktikan tuduhannya, namun diterima walhi menjadi para pihak dalam proses hukum merupakan wacana baru yang “mengenyampingkan” sistem hukum Indonesia.
opini musri nauli : Hak Preogratif
Sebagai negara yang menganut sistem Pemerintahan Presidentiil, Presiden mempunyai dua kedudukan yang berbeda. Presiden sebagai Kepala Negara dan Presiden sebagai kepala Pemerintahan.
opini musri nauli : Kejahatan Korporasi
Apabila meninjau pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang dianggap sebagai subyek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis yang alami (naturlijkee person). Selain itu, KUHP juga masih menganut asas “sociates delinquere non potest” dimana badan hukum atau korporasi dianggap tidak dapat melakukan tindak pidana (walaupun diluar KUHP sudah mengatur tentang pertanggungjawaban korporasi dan pertanggungjawaban komando)