JAMBI - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jambi
membebaskan Hardani Harun, terdakwa kasus pengurungan seorang warga di
sebuah ruko. Mantan ketua Pengadilan Negeri (PN) Sawahlunto, Sumatera
Barat ini dinyatakan majelis hakim bebas dari segala tuntutan hukum
(onlag). Putusan serupa juga dijatuhkan pada terdakwa lainnya, Adela
Agustini.
Menurut majelis hakim yang diketuai Muhammad Isya, Hardani Harun dan
Adela terbukti melakukan apa yang didakwakan jaksa, namun perbuatannya
bukan merupakan tindak pidana.
Meski dibebaskan, Hardani Harus menyatakan tidak puas dengan putusan
hakim tersebut. Menurutnya, dirinya seharus bebas murni dari segala
tuntutan hukum karena unsurnya tidak terbukti.
“Hakim menyatakan bukan tindak pidana. Putusannya onslag, terbukti
tapi bukan merupakan perbuatan tindak pidana. Namun saya sendiri belum
puas seharusnya bebas dari segala dakwaan,” kata Hardani.
Sementara itu, pengacara Hardani, Musri Nauli, menyataka menerima
putusan hakim tersebut. “Kita menerima putusan hakim, apa yang kita
sampaikan dalam pembelaan diterima oleh majelis hakim,” katanya.
Menurutnya, perbuatan perempasan kemerdekaan yang dilakukan oleh
Hardani, tidak memenuhi unsur. “Karena dia dalam ruko itu atas
kemauannya sendiri, itu bukan perampasan kemerdekaan,” tandas Nauli.
Namun di pihak lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum bisa menerima
putusan tersebut. Sebelumnya, Hardani dan Adela dituntut jaksa
masing-masing 1 tahun penjara. Menurut Jaksa Penuntut Umum, Hardani
telah terbukti bersalah mengurung Susanto alias Alai di ruko Jalan
Pattimura, Kota Jambi, bersama Adela Agusti mantan istri Alai.
Sebelumnya dalam kasus ini, Hardani dan Adela didakwa dengan pasal
333 jo 55 KUHP, yakni secara bersama-sama merampas kemerdekaan orang
lain. Dalam hal ini korbannya adalah Susanto alias Alai, yang tidak lain
adalah mantan suami Adela.
Dalam uraian dakwaan jaksa, disebutkan kejadian pada 13 Mei 2011
lalu. Dimana pada saat itu pihak kepolisian dan pengadilan, mengecek
harta gono gini di ruko nomor 08 di jalan Pattimura. Pada saat itu Adela
datang didampingi pengacaranya, Hardani Harun. Semua barang di dalam
lengkap.
Namun pada saat pengecekan, Alai tidak langsung keluar dari ruko,
kuatir terhadap barang-barang yang ada di dalam ruko. Karena berdasarkan
surat pengadilan barang-barang tersebut berada di bawah pengawasannya.
Lalu Ardani, meminta pihak kepolisian untuk mengeluarkan Alai, namun
pihak kepolisian tidak bisa melakukan karena mereka hanya bertugas
melakukan pengamanan.
Selanjutnya, Adela dengan dibantu Ardani, menutup dan mengunci pintu
ruko. Akibat perbuatan itu, membuat Alai terkurung selama kurang lebih
selama 23 jam, sehingga menimbulkan ia jadi lemas. Oleh sebab itu,
Ardani dan Adela didakwa dengan pasal merampas kemerdekaan orang lain.
“Kita akan ajukan apaya hukum,” kata Slamet, salah satu jaksa penuntut
umum. (ria
Jumat, 30 Maret 2012
http://www.metrojambi.com/v1/hukum/527-hakim-putus-bebas-hardani-tidak-puas.html?device=xhtml
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
30 Maret 2012
21 Maret 2012
opini musri nauli : Mahaguru yang kuhormati
MAHAGURU YANG KUHORMATI
Musri Nauli
Judul penghormatan sengaja disampaikan
sebagai bentuk penghormatan yang mendalam terhadap Prof. Rozali Abdulah,
seorang Mahaguru yang tetap dalam pengabdiannya dalam kurun usia 70 tahun.
opini musri nauli : pengadilan Tata usaha negaral dan perkembangannya
PENGADILAN
TATA USAHA NEGARA DALAM PERKEMBANGANNYA[1]
Musri Nauli[2]
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan
salah satu pilar dari sistem hukum Eropa
Kontinental[3] dari negara hukum (rechtstaat)[4].
Namun Indonesia justru jauh meletakkan pondasi penting ini setelah
kemerdekaan berdasarkan UU No. 5 Tahun
1986. Sebagai pengejawantahan
dari prinsip”rechtstaat”[5],
rumusan ”rechtstaat” kemudian
diterjemahkan dalam UU No. 5 Tahun 1986[6].
15 Maret 2012
opini musri nauli : ketika demonstran diadili
Ketika Pemerintah
mencanangkan kenaikan Bahan bakar minyak (BBM) menimbulkan reaksi dari berbagai
kalangan. Teriakan berbagai kalangan termasuk mahasiswa bergema di seluruh
negeri. Teriakan mahasiswa didasarkan kehidupan rakyat yang semakin susah di
hadapkan dengan “gaya
hidup” negara yang berbanding terbalik.
opini musri nauli : Hak Menguasa Negara dalam Konteks UUPA
HAK
MENGUASAI NEGARA DALAM KONTEKS UUPA
(Otokritik
kaum pinggiran vis Paradigma Intelektual Mekanik)
Beberapa waktu yang
lalu, penulis berkesempatan mengikuti Dialog DPD-RI dengan Universitas Jambi
berkaitan dengan menggali rumusan UUPA dalam menyikapi konflik sumber daya
alam. Fakultas Hukum Universitas Jambi
kemudian mengadakan penelitian UUPA dengan berbagai UU sektoral.
Ketidaksinkronan antara
UUPA dengan undang-undang sektoral seperti UU Kehutanan, UU Perkebunan, UU
Sumber Daya Air, UU Minyak dan Energi, UU Pertambangan menimbulkan benturan
norma (konflik hukum/Conflict of Law).
Diskusi mengalir.
Pemaparan hasil penelitian menimbulkan pertanyaan yang cukup banyak dari
peserta diskusi. Namun dari hasil penelitian dan respon peserta ada beberapa
catatan yang menarik untuk kita diskusikan.
Pertama, Bahwa
membicarakan UUPA menimbulkan persoalan dalam tataran implementasi dan
”keegoisan sektoral” (meminjam istilah
yang digunakan Tim Peneliti). Kedua. Paradigma didalam melihat UUPA dalam
tatanan peraturan perundang-undangan. Ketiga. Masih sumirnya dan masih ”debateble” apakah di Jambi masih adanya
hukum adat dan wilayah adat ?
Berangkat dari catatan,
penulis kemudian tersentak dan kaget. Dunia kampus ”seakan-akan” berjarak dengan perkembangan di tengah masyarakat.
Konflik sumber daya alam masih menjadi catatan tanpa memahami konteks persoalan
sebenarnya.
11 Maret 2012
Ketika Hukum Tertinggal mengikuti Perkembangan zaman
Ketika
Hukum Tertinggal mengikuti Perkembangan zaman
Beberapa
waktu yang lalu, media massa
mengabarkan peristiwa “rencana”
pembobolan dana nasabah di sebuah Bank di Jambi. Penulis sengaja menuliskan “rencana” karena pembobolan dana nasabah
kemudian digagalkan oleh Pihak Kepolisian Kota Sektor Pasar Polresta Jambi.
Dalam istilah hukum, “rencana” yang kemudian gagal dikenal dengan istlah “poeging”. Artinya “gagal” itu disebabkan bukan dari kehendak pelaku.
02 Maret 2012
opini musri nauli : In Memoriam - Thabrani M. Saleh
Jambi kehilangan tokoh pemuda yang kritis terhadap politik dan Hukum. Seorang
Dosen berdedikasi, Thabrani M Sholeh SH, MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi, siang tadi
meninggal dunia, Jumat, 02 Maret 2012
29 Februari 2012
opini musri nauli : Issu "Anggie" dari sudut hukum pidana
Belum
selesai kita melihat persidangan M. Nazaruddin (nas), kita seakan-akan “geram”
melihat persidangan yang menghadirkan saksi Angelia Sondakh (Anggie). Kita “geram”
disadari keterangan yang diberikan anggie jauh dari alam sadar dan rasionalitas
terhadap keterangan yang diberikan. Terlepas dari rasa ”geram” terhadap
keterangna yang telah diberikan Anggie, namun dari sudut pandang hukum acara
Pidana terhadap keterangan Anggie menimbulkan persoalan yang cukup serius.
24 Februari 2012
opini musri nauli : CATATAN HUKUM PULAU BERHALA
Dunia belumlah kiamat. Dunia
belum runtuh. Kalimat itu
lebih tepat disampaikan setelah putusan Mahkamah Agung berdasarkan PUTUSAN
Nomor 49 P/HUM/2011 dalam perkara
pengajuan Hak Uji Materi terhadap “Peraturan
Menteri Dalam Neger i Nomor 44 Tahun 2011. Pengajuan hak uji materiil ini
diajukan oleh DRS. H. MUHAMMAD SANI
dkk, bertindak sebagai Gubernur Kepulauan Riau bersama-sama dengan Ketua DPRD
Kepri, Bupati Lingga, Ketua DPRD Lingga dan yang lainnya. Putusan ini juga mendukung permohonan
judicial rewiew dengan nomor Perkara 48 tahun 2011 dengna pemohon
Alias Wello cs (mantan Ketua DPRD Lingga).
19 Februari 2012
opini musri nauli : PRAGMATISME KAUM REFORMIS
Akhir-akhir
ini media massa
menggambarkan sikap pragmatisme kaum reformis yang terjebak dalam pusaran
politik praktis dan korupsi. Anas Urbaningrum (AU), Nazaruddin (MN),
Angelia Sondakh (AS) hanya sepenggal
catatan kecil yang meruak dan menghiasi media massa. Belum lagi sikap ngotot anggota DPR
yang membangun kantor “super megah”
1,3 trilyun yang disampaikan oleh Pius Lustrilanang (PL) dan sikap Staf Ahli Presiden Andi Arif (AA)
dalam kasus laporan Bank Century yang melibatkan Misbakum.
Langganan:
Postingan (Atom)