Tiba-tiba datang Sang Pengawal kerajaan Maharaja Negeri Alengka menghadap sang maharaja di balairung istana.
“Daulat, tuanku. Hamba hendak mengabarkan berita penting”, sembah sang pengawal kerajaan.
“Ada apa sang pengawal. Begitu pentingkah kabar yang hendak engkau sampaikan”, kata Sang Maharaja sembari duduk di singgasana kerajaan. Sang maharaja baru saja tiba ke istana setelah dari pedalaman kampong. Meninjau pasukan yang hendak menjaga perbatasan.
“Negeri sedang genting. Semoga kabar yang hendak engkau sampaikan”, Kata sang Maharaja sedikit kesal.
“Daulat, tuanku. Kabar ini hendak hamba sampaikan, agar sang Maharaja tidak murka ketika kabar tidak segera disampaikan”, buru-buru sang pengawal menyampaikan. Muka tertunduk. Airmatanya keruh. Pertanda genting kabar hendak sang pengawal.
“Cepatlah”, kata sang Maharaja.
“Daulat, tuanku. Para adipati di pelosok kerajaan mengambil kepingan emas dari brangkas kerajaan. Kepingan emas yang digunakan untuk keperluan dapur umum dan perbaikan jalan menuju alun-alun. Demikian kabar yang hendak hamba sampaikan, Yang Mulia paduka Maharaja yang mulia”, katanya lega. Tangannya mengatup didada. Salam sembah kepada yang Mulia Maharaja.
“Kurang ajar. Mengapa masih ada juga adipati yang mengambil kepingan emas dari brangkas kerajaan. Apakah dia tidak mengetahui. Negeri ini sedang mempersiapkan perang besar menghadapi negara naga. Semburannya sudah menghangus desa-desa di pelosok kerajaan”, kata sang Maharaja kaget.
“Panggil Pamong Praja. Tangkap Sang Adipati. Gantung di alun-alun. Biar rakyat mengerti. Mengambil kepingan emas dari brangkas kerajaan adalah kejahatan terhadap negara. Jangan dikasih ampun”, murka sang Maharaja. Emosinya meledak-ledak. Suaranya menggelegar memenuhi balairung istana negeri Alengka.
“Siap, tuanku. Hamba akan panggil Pamong Praja”, kata Sang pengawal segera menyingkir dari Balairung istana. Sebelum murka Sang Maharaja semakin panjang.
“Dengar semuanya. Para Punggawa kerajaan, Senopati, Dewan Prabu, Mahaprabu, Menti, mangku, Dubalang Raja hingga Kerani Kerajaan negeri Alengka”, seru sang maharaja.
“Ketahuilah semuanya. Jangan mengkhianati rakyat. Rakyat sudah memberikan upetinya kepada kas kerajaan. Jangan sekali-kali kalian mengambilnya’, Titah sang Maharajara.
“Siapkan tiang pancung di alun-alun”, Demikian titah sang maharaja. Diapun bergegas keluar balairung istana.
“Hamba, tuanku”, seru yang hadir di balairung istana.