Dalam tataran praktek, seseorang yang dinyatakan bersalah, maka yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan secara hukum. Tidak boleh dan tidak ada kecualinya. Karena apabila kejadian itu terjadi, maka terjadi diskriminasi hukum adanya tidak ada persamaan dimuka hukum (equality before the law). Dan itu bertentangan dengan prinsip negara hukum (rechtstaat).
Namun, hukum pidana juga mengalami perkembangan yang sangat cepat. Apabila sebelumnya model pemidanaan dengan cara ”balas dendam” sebagaimana sering dinyatakan ” an eye for an eye”, maka model pemidanaan kemudian bergeser menjadi pembinaan. Selain tercapainya kepastian hukum, juga memberikan keadilan kepada para pelaku sehingga selain dia menyadari kesalahannya, bertanggungjawab terhadap perbuatannya, juga harus menjalani kesalahannya.
Terhadap pelaku tidak mesti menjalani pidana yang berat, selain dapat dijatuhi pidana percobaan, pelaku juga dapat menempuh upaya perdamaian dengan korban. Selain itu juga diberikan kesempatan kepada pelaku membangun hubungan lebih baik dengan korban. Hukuman kepada pelaku juga lebih dititikberatkan kepada upaya hukuman minimal.
Model ini kemudian diadopsi dan kemudian dikenal dengan istilah restoraktive justice. Model ini sudah diterapkan dalam kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak, pemenjaraan digantikan dengan kerja sosial. Atau terhadap korban narkotika yang tidak semata-mata menjalani pidana penjara namun juga direhabilitasi oleh negara.
Banyak sekali model yang digunakan oleh restoaktive justice. Model ini sebenarnya lebih mengedepankan ”ketentraman” dari ”ketertiban”. Model ini sudah banyak diadopsi selain daripada berbagai ketentuan perundang-undangan juga oleh MA dengan PERMA No. 2 Tahun 2012 dan berbagai yurisprudensi oleh Mahkamah Agung.
Selain itu juga, model ini sangat cocok berangkat dari sistem sosial yang masih menjunjung kolektivitas dan cenderung menyelesaikan masalah dengan cepat tanpa menimbulkan dendam. Dalam berbagai praktek di tengah masyarakat, model ini terbukti effektif menyelesaikan berbagai masalah baik itu terhadap keributan antar kampung, perkelahian maupun berbagai persoalan yang semuanya telah menjadi pengetahuan masyarakat untuk menyelesaikannya.