Dunia
politik Indonesia sedang “memasuki suasana suram”. Ikrar Koalisi Merah Putih
(KMP) yang digawangi oleh Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Golkar, PPP,
PAN, PKS ketika Pipres 2014 dan “memperkuat koalisi parlemen”. Pelan tapi pasti,
kemenangan berbagai posisi kunci di MPR dan DPR “Berhasil dikuasai”. Termasuk
menggolkan” paket UU MD3.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
08 Februari 2016
07 Februari 2016
opini musri nauli : Problema Hukum Perpres No. 1 tahun 2016
Belum
usai kita menyaksikan “orchestra”
asap yang membuat Sumatera dan Kalimantan terpapar, kemudian disuguhkan “orchestra” yang membuat alunan nada
menjadi berbeda.
01 Februari 2016
opini musri nauli : Hutan di mata Rakyat
Dalam perjalanan seminggu lebih mengitari 3
kabupaten (Kabupaten Merangin, Kabupaten
Sarolangun dan Kabupaten Tebo. Kabupaten Sarolangun merupakan kabupaten
pemekaran dari Kabupaten Sarko. Sedangkan Kabupaten Tebo merupakan kabupaten Pemekaran
dari kabupaten Bute), mendengarkan hasil riset di 8 Desa (3 Desa di
Kabupaten Merangin, 5 Desa di kabupaten Sarolangun), mendengarkan suara
“menggelegar” dari rakyat yang selama ini menjaga hutan, akhirnya saya
menemukan sebuah identitas khas milik rakyat. Identitas rakyat yang memandang
hutan. Elsbeth Locher Sholten menyebutkandengan istilah “Jambi Hulu”[1]
24 Januari 2016
Warga Jambi akan Gugat Perusahaan Penyebab Kebakaran
Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) tengah
mengupayakan jalur hukum dalam bentuk gugatan terhadap 18 perusahaan
yang mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan di 20 desa pada lima
Kabupaten di Provinsi Jambi, Sumatera.
21 Januari 2016
opini musri nauli : ‘MENYARING” INFORMASI PENTING
Akhir-akhir ini kita disuguhi berbagai informasi
yang berseliweran dalam melihat sebuah peristiwa. Informasi yang disampaikan
bertujuan untuk memperkaya bacaan kita sehingga kita bisa melihat lebih utuh
(komprehensif), lebih lengkap dan menambah pemahaman. Namun disisi lain,
berbagai informasi yang dibaca haruslah telah melewati berbagai “keakuratan”
data, saling kroscek, mudah diverifikasi dan dapat dipertanggungjawabkan.
Penyampaikan informasi yang telah melewati berbagai prasyarat dapat
dikategorikan sebagai informasi sesat, penyebar informasi yang keliru dan tentu
saja bertujuan untuk “mempengaruhi public” demi melindungi kepentingan “sesuatu,
mengalihkan informasi dan tentu saja bertujuan “memperkeruh” keadaan. Selain
daripada itu, informasi itu dapat dikategorikan sebagai “sampah” yang tidak
hanya dibuang tapi dihapuskan dari data di computer (recycle bin).
18 Januari 2016
opini musri nauli : FH DAN KPK
Belum
usai berita “bom” Thamrin, kita disuguhkan “perdebatan” Fahri Hamzah (FH) ketika tim penyidik KPK
melakukan “penggeledahan” ruang Fraksi PKS. FH “keberatan” terhadap upaya paksa
penggeledahan tim penyidik yang disertai dengan Tim Brimob Polri didalam
melakukan pengawalan.
17 Januari 2016
opini musri nauli : Generasi Baru "Inspektur Vijay"
Melihat
sepak terjang KOMBES Krishna Mukti (Dirkrimum Polda Metro Jaya), AKBP Dedi
Tabrani (Kapolsek Menteng) dan AKBP Untung Sangaji (Pamen Pusdik Polair)
mengingatkan adegan film laga Hollywood. Pertempuran gerilya di kota antara
Polisi dengan “gengster” penguasa narkoba yang menembaki membabi buta ke arah
kerumuman massa. Dalam adegan “Bad boys” yang kemudian membuat pemeran Detektif
Mike Lowrey (Will Smith) dan Detektif Marcus Burnett (Martin Lawrence) menjadi
Home Box Office dan meraih platinum. Film bahkan melahirkan seri sekuel tahun
2003.
12 Januari 2016
opini musri nauli : JOHAN BUDI DAN ISTANA
Mendapatkan kabar dari Istana tentang pengangkatan
Johan Budi sebagai Jurubicara istana mengingatkan saya dengan tulisan setahun
yang lalu, ADU STRATEGI JOHAN BUDI DAN BOY AMAR.
Tulisan setahun lalu ditujukan
terhadap kedua orang sebagai jurubicara dari kedua lembaga yang sedang
hot-hotnya (Johan Budi/KPK dan Boy
Amar/Mabes Polri) bertikai.
Persetuan KPK vs Polri setelah penetapan Komjen
Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK. Terlepas dari polemic, kedua peran
sentral memang tidak bisa dipisahkan dari keduanya. Keduanya “sedikit adem” meladeni wartawan sehingga
konflik KPK vs Polri kemudian berhasil dilewati.
05 Januari 2016
Al Haris minta SAD Peluk Agama Islam. Musri Nauli : Jangan Ada paksaan
Bupati Merangin Propinsi Jambi, Al Haris, meminta
Kementerian Agama (Kemeneg) Kabupaten setempat agar mengagamakan warga Suku
Anak dalam. Dengan beragama, Al Haris berharap SAD bisa berbaur dan hidup
berdampingan dengan warga Desa.
Atas permintaa ini, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten
Merangin, Zostavia, menyatakan sangat mendukung keinginan Bupati. Dia berjanji
akan melakukan pembinaan beragama kepada
warga SAD di wilayahnya.
opini musri nauli : MEDIA MAINSTREAM DAN CITIZEN JURNALISM
Memasuki
awal tahun, kita menyaksikan ditutupnya Sinar Harapan, salah satu media yang
menghiasi bacaan public sejak tahun 1961. Sinar Harapan tidak mampu lagi
“bersaing” dengan media massa lainnya sehingga tidak berhasil mendapatkan iklan
dan oplah untuk menutupi biaya produksi. Sinar Harapan mengikuti jejak harian
Bola (31 Oktober 2015) dan soccer yang tutup tahun 2014.
Di media internasional, majalah
Newsweek tutup tahun 2012 setelah terbit selama 80 tahun lebih. Newsweek
kemudian beralih ke online.
Bahkan The Washington Post, harus
dijual karena masalah finansial. Padahal The Washington Post melalui
investigasinya oleh Ben Bradlee, terkenal membongkar skandal Watergate sehingga
menggulingkan Presiden Richard Nixon. Hasil investigasi kemudian The Washington Post meraih Hadiah Pulitzer
pada 1974.
Penutupan
media cetak yang handal puluhan tetap menarik perhatian public. “Berkuasanya”
media electronic dan semakin massifnya media online ternyata “membuat’ media
cetak mulai berfikir untuk “bertahan”. Dengan kemajuan teknologi, berbagai
berita mudah diakses dengan satu kali “klik”. Kecepatan, keakuratan hingga kemudahan
akses mendapatkan berita, membuat media cetak kemudian harus “ikut” dalam
pertarungan media online.
Media
online kemudian didatangi pemain baru. Citizen journalism.
Namun
sebagai pemain baru, citizen journalism membuat kehadirannya “cukup
diperhitungkan. Dengan melaporkan peristiwa “langsung” dari lapangan, memotret
lebih dalam, reportase warga, hingga “rasa” peristiwa dari lapangan membuat
citizen journalism menjadi pemain yang cukup diperhitungkan. Belum lagi
berbagai media cetak dan elektronik yang menyiapkan kolom “citizen journalism”
membuat media mainstream memperhitungkannya.
Berbeda
dengan laporan jurnalistik oleh jurnalis, citizen journalism membuat berita
lebih renyah, ringan namun tetap dalam dari laporan lapangan. Dengan “hati’ dan
kedalaman reportase, citizen journalism membuat tulisan menjadi “bernyawa” dan
membumi. Pembaca “seakan-akan” berada di lokasi, merasakan “suasana” tulisan,
emosi yang terbangun membuat tulisan “tidak berjarak” dengan reportase. Belum
lagi kekaguman pembaca dengan “relawan” citizen journalism yang “menulis” tanpa
mengharapkan pamrih, menyediakan waktu, menggunakan fasilitas sederhana namun
tetap menggigit.
Tentu
kita masih ingat ketika terjadi Tsunami di Aceh ahun 2004 dari hasil ‘shooting’
dari seorang warga yang meliput datangnya tsunami dan masuk ke kota. Dari
kejauhan (shooting di teras lantai dua), setiap detail datangnya air laut
dengan jelas dipaparkan oleh hasil shooting. Hasil reportase
kemudian”mengalahkan” media nasional dan kemudian menjadi berita yang paling
heboh dan masyarakat melihat “betapa dahsyatnya” tsunami di Aceh. Atas
reportase, maka rakyat Indonesia kemudian “bersatu padu” memberikan dukungan
terhadap korban di Aceh.
Begitu
juga “penangkapan” Susno Duaji dibandara yang berhasil “direkam” oleh warga dan
kemudian dimuat di salah satu televisi nasional. Direkamnya proses penangkapan
Susno Duaji di televisi menjadi headline dan mengalahkan televisi yang lain.
Belum lagi berbagai liputan “langsung” dari warga berbagai musibah seperti pesawat jatuh, control public terhadap berbagai pelayanan hingga berbagai peristiwa lucu yang terjadi di tengah masyarakat.
Dengan
semakin “pentingnya” kehadiran citizen journalism, hampir setiap media
mainstream membuat acara khusus untuk menarik minat penonton. Ratingnya cukup
baik.
Kehadiran
“citizen journalism” tidak bisa dihindarkan sebagai bentuk “pelibatan” public dalam
setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Media mainstream tidak bisa
mengabaikannya. Bahkan media mainstream harus memperhitungkan kehadiran di
tengah semakin baiknya dukungan dari public untuk “terlibat” dalam peristiwa
dan semakin banyaknya ditutup media cetak.
Zaman
sudah berubah. Era digital “memakan korban’. Era digital membuat “dunia dalam
genggaman.
Siapa
yang mampu membaca tanda-tanda zaman maka akan bertahan. Sedangkan yang masih
bersikap konservatif dan “mencibir” kehadiran citizen journalism akan “terlindas”
oleh putaran zaman.
Langganan:
Postingan (Atom)