03 Januari 2020

opini musri nauli : Si Bungsu


Mengenal Si Bungsu diumpamakan “sang diplomat” ulung, menguasai diksi, kukuh berpendirian, tidak kompromi dan tentu saja menguasai detail setiap redaksi kalimat yang digunakan.

Sebagai “diplomat” ulung, cara menyindir atau  menyampaikan proposal “mirip” cara diplomasi Sriwijaya. Mengapa Sriwijaya ? Imperium yang menguasai Nusantara abad 6-12 ?

opini musri nauli : 4.0 DAN REVOLUSI MENTAL


Setelah menempuh perjalanan menggunakan kereta api dari Bandung menuju Jakarta, saya buru-buru ke Bandara Halim Perdanakusumah. Alasan menggunakan bandara Halim Perdanakusumah semata-mata dekat dari stasiun dibandingkan menuju ke Bandara Soekarno-Hatta (Cingkareng). Alhamdulilah dengna menggunakan taksi biasa, sampai juga dibandara. Kupikir ending kisah akan berakhir baik.

Namun justru kekesalan kemudian dimulai. Setelah “rehat”, ngudut sebentar di Bandara Halim, tiba-tiba dikabarkan, Bandara Halim tidak bisa didarati pesawat. Sehingga seluruh penerbangan kemudian dipindahkan ke Bandara Soetta.

01 Januari 2020

opini musri nauli : Kisah Rambut Panjang





Rambut panjang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan saya. Motifnya cuma sederhana. Malas ke tukang cukur rambut. Tidak ada sama sekali kepikiran yang lain.

Yang kuingat, kalau mau ke tukang cukur rambut, apabila rambut sudah mengganggu pandangan. Selain juga “gerah” dan mulai tidak nyaman. Praktis, potong rambut cuma 3 bulan sekali.

Sehingga pilihan rambut panjang sejak SMA adalah sebuah kebetulan semata. Tidak ada agenda khusus.

31 Desember 2019

opini musri nauli : Marga Bayat


Menyebutkan Marga Bayat maka tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat di daerah Jambi-Sumsel. Marga Bayat langsung berbatasan dengan Marga Batanghari Leko, Marga Lalan, Marga Tungkal dan Marga Mestong.

Batas Langsung Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan dengan ditandai dengan Sungai Lalan yang juga sering disebutkan didalam Marga Mestong. Didalam Tembo Jambi sering disebut “Sialang Belantak Besi”.

20 Desember 2019

Temenggung Rusman.. Batin 9 Kandang Rebo Dusun Bawah Besari..

 Dengan nada keras dia berkata, "kami tergantung dengan hasil hutan.. Yg merusak hutan kami, hukum adatnya adalah "Jempalo tangan"..


Temenggung Rusman.. Batin 9 Kandang Rebo Dusun Bawah Besari..

03 Desember 2019

opini musri nauli : Makna PS dalam Hukum Tanah Jambi




Akhir-akhir ini tema Perhutanan Sosial (PS) mendominasi pembicaraan publik. Ditengah-tengah isssu lain seperti Reforma Agraria dan Hutan Adat.

Mandat PS tidak dapat dilepaskan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.83/Menlhk/Setjen/KUM.1/10/2016 Tentang Perhutanan Sosial (P 83).

Semangat P.83 adalah salah satu solusi penyelesaian konflik di sector kehutanan. Dengan target capaian 12,7 juta ha, maka P.83 adalah “penyederhanaan” dari regulasi yang mengatur hak atas tanah disektor kehutanan. Seperti Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan kemitraan kehutanan.

30 November 2019

opini musri nauli : Tanah Terlantar, Humo/Kerbo dan Plali




Marga Bukit Bulan, Marga Batin Pengambang dan Marga Peratin Tuo mempunyai keunikan didalam mengelola hutan dan tanah. Walaupun ketiga marga dikenal sebagai ulu Batanghari dalam lanskap yang sama, namun keunikan tidak dapat ditinggalkan.

28 November 2019

opini musri nauli : Konflik Sumber Daya Alam di Jambi - Suatu Pengantar


KONFLIK SUMBER DAYA ALAM DI JAMBI – Suatu Pengantar[1]
Musri Nauli[2]


Membicarakan sumber daya alam di Jambi tidak dapat dilepaskan dari  akibat pengelolaan sumber daya. Dengan membaca data-data, maka pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dilepaskan dari konflik[3]

24 November 2019

opini musri nauli : Dusun Tuo - Sepayung Duo Kaki



Membicarakan Desa Tuo (baca Dusun Tuo) didalam kecamatan Lembah Masurai tidak dapat dilepaskan dari Marga Peratin Tuo. Marga Peratin Tuo berpusat di Dusun Tuo.

F.D.E. van Ossenbruggen, 'Prof.mr. Cornelis van Vollenhoven als ontdekker van het adatrecht', in Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië 90 (1933) I-XLI;, 323 disebut dengan kata “Pratin Tuo”. Istilah “Peratin Tuo” menunjukan tempat pemberhentian.

Marga Peratin Tuo terdiri dari Dusun Nilo Dingin, Dusun Tanjung Berugo, Dusun Sungai Lalang, Dusun Kotorami, Dusun Rancan dan Dusun Tiaro.

23 November 2019

perjalanan ke "Orang Rimba" Marga Air hitam

Melengkapi perjalanan ke "Orang Rimba" Marga Air hitam setelah perjalanan sebelumnya ke Talang mamak simarantihan Marga Sumay bebatin 12, Batin 9 Ilir dan para tumenggung di Muara Kilis TN bukit 30..


Lengkaplah sudah bertemu, mendengarkan dengan hati sembari belajar..

Sudah mau *pecah otak" ingin menuangkan segala mantra ttg alam, ttg aturan hidup sekaligus pengetahuan empirik ttg hutan..

Terima kasih, Tuhan.. Atas diberikan "kemewahan" yg telah engkau berikan.. semoga aku dapat menjadi garda pembela nilai2 mereka..



20 November 2019

opini musri nauli : Marga Bukit Bulan



Menyusuri hulu Sungai-sungai Batanghari adalah sebuah peristiwa penting. Selain memastikan “masih baiknya hutan” yang ada disana, disatu sisi juga mendapatkan cerita langsung dari masyarakat.

Masih teringat ketika awal-awal tahun 2006 menggali cerita tentang Marga Sungai Tenang, Marga Peratin Tuo dan Marga Senggrahan. Kemudian disusul tahun 2011 menggali Marga Batin Pengambang. Dan akhir tahun 2019 “barulah” mendapatkan kesempatan menggali Marga Bukit Bulan.

Marga Bukit Bulan adalah salah satu Marga Tua di Provinsi Jambi. Selain itu dikenal juga Marga Serampas, Marga Sungai Tenang dan Marga Batin Pengambang.

Disebut sebagai “bukit bulan” disebabkan, diatas bukit “terlihat cahaya yang terang”. Cahaya yang terang kemudian disebut sebagai bulan. Disebabkan “cahayanya” diatas bukit maka kemudian disebut sebagai “bukit bulan’[1].

Istilah “Batin” dan “penghulu” menjadi tema sentral dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga Batin kemudian disebut sebagai dusun asal adalah “Berkun, Lubuk Bedorong dan Muara Pangi. Muara Pangi sering juga disebut “dusun Manggis”.

Sedangkan “Penghulu” disebut Dusun Temalang, Dusun Meribung, Dusun Sungai Beduri, Dusun Mersip dan Dusun Napal Melintang. Kesemuanya kemudian hanya dikenal sebagai Dusun Lubuk Bedorong, Dusun Berkun, Dusun Meribung dan Dusun Napal Melintang.

09 November 2019

opini musri nauli : Bang Jef - Sang Inspirator





“Bang, pertemuan di Singapura nih, kayak Raffles menentukan Singapura dan Bengkulu “?, kata Jefri Gideon Saragih (Bang Jef) sambil mengepulkan asap rokoknya. Berputar-putar. Persis “kelakuan” gaya merokok anak SMA. Kamipun tertawa.

Kisah itu kemudian membuat saya mempunyai keyakinan. Bang Jef adalah “orang yang kritis” disetiap kesempatan.

05 November 2019

opini musri nauli : Mengenal Jempalo Tangan


Ketika Tumenggung Orang Adat Batin Sembilan Rombong Kandang Rebo – Bawah Bedaro – Rimbo Harapan Bakal Petas, Batanghari menyebutkan “Jempalo tangan” seketika saya tersentak. Sebagai sebuah nilai, “jempalo tangan” menarik perhatian penulis ditengah pengetahuan tentang masyarakat Melayu Jambi.

30 Oktober 2019

opini Musri Nauli : M. Saman - Pejuang Yang Konsisten


Ketika aku mendapatkan kabar meninggalnya M. Saman (Saman), ingatanku langsung terbayang ketika memulai demonstrasi dikampus. Menolak “militerisme” di kampus.

Teringat ketika awal-awal menjelang kejatuhan Orde baru, kami “berkumpul” di kost di Telanaipura (kost Saman dengan Agus Suyatno) untuk “merancang” demonstrasi di UNJA Mendalo.

Isu yang paling hangat adalah menolak “militerisme” dikampus. Tema yang “cukup sensitive” dimana Orde baru begitu kuat.

Demonstrasipun terjadi. Hingga akhirnya, kampus menerapkan “tidak dibenarkan” militerisme “cawe-cawe” untuk “urusan kampus.

28 Oktober 2019

opini musri nauli : Filsafat Alam

Memulai diskusi Filsafat Alam di Nusantara tidak lepas dari pengaruh alam sekitarnya. Dengan dogma “Manusia dan peradaban”, Zenzi Suhadi (Kepala Departemen Advokasi Walhi), maka manusia Nusantara tetap berpihak kepada alam.

Cara berfikir Plato (yang dikenal sebagai tokoh Filsuf barat, murid terkenal dari Socrates. Tokoh-tokoh filsafat Barat yang dikenal hingga abad pertengahan), yang mengenal cara “ide”. Cara “ide” dimulai dari “berfikir dan pengalaman”. Alur pemikiran inilah yang melahirkan “pengetahuan” filsafat Manusia Nusantara didalam melihat alam.

26 Oktober 2019

opini musri nauli : Nadiem Makarim - Menteri Milenial



Ketika Nadiem Makarim memasuki “istana” dan kemudian “disorot” media, hati saya “terpekik”. Gembira melihat “anak milenial” kemudian memasuki dunia pendidikan. Dunia yang mengatur hak mendasar kepada rakyat. Namun masih menyisakan problema yang mendasar. Selain “mutu pendidikan” nasional yang jauh dibawah rata-rata, tingkat penyerapan tenaga kerja juga kurang mendukung.

25 Oktober 2019

opini musri nauli : 5 Tahun Perjalanan Perhutanan Sosial




 

"Terlepas dari pro dan kontra dikalangan organisasi masyarakat sipil,
Walhi memandang kebijakan ini penting untuk diintervensi
dengan memperhatikan tiga urgensitas.
(Nur Hidayati, Direktur Walhi, 2019)


Ketika diumumkan “incumbent” Siti Nurbaya Bakar (SN) untuk menduduki jabatan sama, terbayang “agenda” utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perhutanan Sosial (PS), Kebakaran dan Gambut.

Namun tema PS yang menarik perhatian. Tema yang kemudian menjadi “slogan” dengan mencanangkan 12,7 juta ha (RPJMN 2015-2020). Slogan ini kemudian digunakan Jokowi hingga menjelang detik-detik kampanye terakhirnya. Jokowi.

Tema seperti “kebakaran” dan Gambut kemudian tenggelam. Bergantian dengan issu “pasang plang” dan gugatan yang diterima berbagai tempat. Termasuk juga surat edaran yang bikin heboh.

Suka atau tidak suka, tema PS adalah salah satu tema yang paling menjadi perhatian para aktivis dan organisasi masyarakat sipil 5 tahun terakhir. Agenda yang paling banyak “dikerumuni” dan paling banyak juga dijadikan program-program jangka panjang.

Sebagai “orang perencana pembangunan”, SN berhasil mendesaian “roadmap” PS. Berbagai peraturan yang berkaitan dengan PS kemudian bermuara P.83. Sebuah terobosan dan menjadi kodifikasi dari berbagai peraturan lainnya seperti Hutan Desa (Permenhut No. P.89/2014), Hutan Tanaman Rakyat (Permenhut No. P.55/2011), Hutan kemasyarakatan (Permenhut No. P.88/2014) dan Kemitraaan Kehutanan (Permenhut No. P.39/2013).

Tema PS mengingatkan penulis 10 tahun yang lalu. Ketika Walhi Jambi bersama-sama dengan organisasi lingkungan Hidup di Jambi mengusung “hutan Desa”, sebagai “jawaban taktis” menyelamatkan 49 ribu ha didataran tinggi Jambi.

Polemik mulai bermunculan. Jaringan nasional “mencibir” keputusan Walhi Jambi. Bahkan kalimat-kalimat “menyakitkan” masih terngiang ditelinga sampai sekarang.

24 Oktober 2019

opini musri nauli : Bang Burhan yang saya kenal


Ketika diumumkan nama Jaksa Agung, ST Burhanuddin, ingatan saya melayang ketika sidang di Bangko paska kerusuhan massal yang berakhir pembakaran PT. KDA. Sebuah perusahaan sawit yang berkonflik di Desa Empang Benao, Bangko. September 1999.

Ketika proses hukum kemudian dipersidangan, ketika itu saya ditemui oleh Jaksa Penuntut Umum didalam persidangan. Beliau adalah senior saya di Fakultas Hukum Unja. Dengan tenang dia membisikkan.

23 Oktober 2019

opini musri nauli : Membaca Menteri Terpilih


Usai sudah “hiruk-pikuk” penyusunan Kabinet Menteri Jokowi-Makruf. Tarik menarik antara “kandidat” Menteri yang diusung oleh Partai Politik pendukung Jokowi di Pilpres, masuknya Partai Gerindra dan tampilnya generasi “muda” dan jagoan di dunia entertainment adalah puncaknya di hari ini.

Dengan disebutkan nama-nama Menteri maka dipastikan, Jokowi membuka ruang terhadap perkembangan zaman. Masuknya “Nadeim Anwar Makarim, “Wisnutama”, Erick Tohir adalah “perwujudan” slogan Jokowi memasuki milenial.

17 Oktober 2019

opini musri nauli : Paradigma ala Capra




Akhir-akhir ini, pertarungan pemikiran didalam memandang alam memantik polemik panjang. Satu sisi, pemikiran yang menempatkan “alam’ adalah ciptaan dari Sang Pencipta. Ciptaan kepada manusia. Pemikiran ini dikenal sebagai “antrosentris”.

Disisi lain, adanya analisis lingkungan yang kemudian menempatkan alam harus ditempatkan sesuai dengan fungsinya. Baik dari pendekatan lingkungan, pentingnya lingkungan hidup maupun berbagai aspek-aspek lingkungna lainnya. Pemikiran ini kemudian dikenal sebagai “bio-sentris’.

15 Oktober 2019

opini musri nauli : satu Dasawarsa UU Lingkungan Hidup



Ditengah asap yang kian pekat, kebakaran yang semakin sulit ditanggulangi, tiba-tiba umur UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU LH) memasuki satu dasawarsa. Usia matang untuk menentukan arah dan desain model pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia.

Satu dasawarsa juga kemudian “gagap” memaknai UU LH. Gagap yang kemudian menempatkan “kegagalan” memahami hakekat dari UU LH.

09 Oktober 2019

opini musri nauli : Problema Gambut di Jambi



Kebakaran massif di Jambi sejak 1997 hingga sekarang menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat. Tahun 2015, selama tiga bulan ditutupi asap. Hingga Oktober 2015, berdasarkan citra satelit, terdapat sebaran kebakaran 52.985 hektar di Sumatera dan 138.008 di Kalimantan. Total 191.993 hektar. Indeks mutu lingkungan hidup kemudian tinggal 27%. Instrumen untuk mengukur mutu lingkungan Hidup dilihat dari “daya dukung” dan “daya tampung”, Instrumen Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, penggunaan “scientific” dan pengetahuan lokal masyarakat memandang lingkungan hidup.

08 Oktober 2019

opini musri nauli : Hukum Tanah Melayu Jambi





Akhir-akhir ini, ada kecendrungan “membenturkan” Hukum Agraria Nasional yang diatur didalam UU No. 5 Tahun 1960  (UUPA) dengan Hukum Tanah Adat. Kecendrungan ini dapat dilihat baik didalam paradigm penegak hukum maupun dalam penegakkan hukum .

Kecendrungan dapat dilihat seperti ungkapan, “pembuktian” tertulis (segel, sporadik, Sertifikat Hak Milik, surat keterangan Tanah), asas domein verklaring dan Hak milik negara.

04 Oktober 2019

opini musri nauli : Manusia Indonesia




Ketika aksi yang kemudian berakhir dengna kerusuhan di Wamen, Papua, langsung saya panic. Terbayang nasib saudara-saudaraku. Terutama saudara Keluarga istri. Pedagang yang sudah lama tinggal disana.

Suasana panik semakin terasa. Informasi dari sana sangat sedikit. Sementara teman-teman nasional masih sibuk bahas RUU-KPK dan capim KPK. Isu yang “berputar-putar’ cuma itu.

02 Oktober 2019

opini musri nauli : Si Adik Membunuh Kakaknya




Judul diatas adalah perumpamaan atau gambaran terhadap “kekuatan” dari citizen journalist”. Kekuatan maya yang kemudian mulai “menyerang” kekuatan nyata. Senyata kenyataan yang mulai menghinggapinya.

01 Oktober 2019

opini musri nauli : Sesat Pikir




Sejenak publik disuguhi berbagai peristiwa seminggu terakhir ini. Entah aksi mahasiswa, kisah heroik STM, poster-poster kaum milenial yang justru “melambangkan” kemerdekaan pribadi terhadap tubuhnya. Namun semakin hari-hari berbagai komentar mulai bermunculan. Baik yang mendukung maupun yang menolak aksi-aksi.

Pertama. Issu “RUU KPK-RUU KUHP-RUU Pertanahan” adalah issu yang sensitif yang menyentuh rakyat banyak. Issu yang mampu menarik dukungan paling besar sejak ’98. Issu yang mampu merekat berbagai komponen.

29 September 2019

opini musri nauli : Manusia dan hewan

\


Entah “kurang membaca”, kurang gaul”, “kurang jauh jalan”, meme tentang ternak menghiasi dinding lapak FB saya. Saya menyimak, memperhatikan bahkan kadangkala harus berselancar untuk menangkap pesannya. Agar tidak keliru,  apakah cuma  sekedar “menghebohkan” jagat dunia maya. Atau memang benar-benar “kurang memahami” esensi dari pengaturan tentang hewan.

28 September 2019

Peluncuran Handbook Paralegal


Minggu yg berat.. setelah 2 Minggu turun dilapangan, akhirnya otak dipakai menyelesaikan berbagai laporan..

27 September 2019

opini musri nauli : Pemerkosaan dalam Perkawinan (Marital Rape)



Banyak yang mempersoalkan “pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape)” yang didalam RUU KUHP. Paradigma ini kemudian “melahirkan” meme. Termasuk berbagai poster “Surat pernyataan” yang “seolah-olah” mempertanyakan logika norma yang menjadi muatan didalam RUU KUHP.

Secara sekilas, kekerasan bahkan pemerkosaan didalam perkawinan (marital rape) menjadi aneh dalam alam masyarakat “patriarki”. Bukankah “didalam perkawinan”, istri harus melayani kebutuhan syahwat dari Suami ? Seorang tokoh agama dengan berapi-api menjelaskan dan penolakkannya.

“Kekeliruan” disebabkan berbagai pendekatan.

opini musri nauli : Generasi '98


Ketika poster mahasiswa yang mempertanyakan dimana generasi ’98, tiba-tiba saya tertawa. Bukan mempertanyakan apalagi menertawakan poster. Sama sekali tidak. Tapi gembira sekaligus berbahagia.

Mempertanyakan generasi sebelumnya juga dilakukan oleh generasi 98’. Generasi yang lahir ketika “usia” matang-nya kemudian menjadi demonstran melawan Soeharto.

24 September 2019

opini musri nauli : Negara mengurusi selangkangan




Entah mengapa kata “Selangkangan” begitu menjijikkan ketika menjadi tema didalam aksi-aksi menolak RUU-KUHP. Kata-kata kasar yang menggambarkan bagaimana “paranoid” perumus RUU-KUHP dan kemudian menggelinding menjadi tema yang menyentak orang banyak.

Entah mengapa saya suka kata “Selangkangan” sebagai respon serius terhadap upaya “kriminalisasi” urusan ranjang. Entah mengapa kata ini kemudian menggambarkan “upaya kontrol negara” didalam urusan ranjang.

Benar. Agama justru melarang “hubungan seks” bukan “Suami istri”. Agama apapun di Indonesia menjunjung tinggi lembaga perkawinan. Lihatlah makna Pasal 1 ayat (1)  Perkawinan yang menyebutkanPerkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’.

Penghormatan terhadap lembaga perkawinan begitu agung. Sehingga UU Perkawinan justru menganut asas monogami (Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan). UU Perkawinan tetap membuka ruang untuk “poligami”. Dengan persyaratan yang cukup ketat (Pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 UU Perkawinan).

Makna yang agung ini kemudian justru hendak direduksi dengan ramainya ajakan poligami berbagai tokoh-tokoh agama. Dan justru malah mengabaikan makna luhur dari UU Perkawinan.

Hukum adat juga menjunjung tinggi. Di Jambi, persoalan kesusilaan kemudian dikenal sebagai norma “salah bujang dengan gadis’. Sebagaimana didalam Seloko “Duduk mengintai gelap. Tegak mengintai sunyi’. Muda-mudi dilarang berduaan. Ditempat sepi.

Sanksi berat. Selain dijatuhi denda adat (kambing sekok, beras 20 gantang, selemak semanis) juga harus dikawinkan. Supaya tidak timbul fitnah kepada perempuan.

Itu sudah cukup.

Lalu mengapa kemudian norma-norma agama dan norma adat kemudian malah “dikuatkan” menjadi norma hukum. Apakah agama dan adat tidak mampu mencegah agar manusia Indonesia “akan patuh” ? Siapa yang mendompleng RUU-KUHP sehingga ditikungan terakhir kemudian menggelinding “issu selangkangan” dan kemudian  memantik polemik.

Dalam ranah dan fungsi negara, negara hanya boleh mengatur kehidupan publik. Negara tidak dibenarkan mengatur kehidupan pribadi manusia.

Dalam istilah yang sering saya gunakan, “kontrol” negara berhenti sampai pintu rumah. Negara tidak dibenarkan untuk memasuki kerumah orang. Urusan didalam rumah adalah urusan privat. Negara tidak dibenarkan “campur tangan” mengenai urusan privat. Apalagi “mengurusi ranjang”.

Namun akhir-akhir ini, paranoid “negara” begitu dominan mengatur kehidupan privat. Bukankah masih ingat ketika adanya Perda yang mengatur “pakaian perempuan”. Atau ada ajakan untuk mengatur “duduk perempuan” diatas sepeda motor ? Mengapa “negara” dengan “alat paksa” lebih suka mengatur pakaian dan perilaku perempuan yang “sebenarnya’ masuk wilayah privat ?

Tema ini sudah lama saya khawatirkan. Ketika kasus Ariel-Peterpan menarik perhatian publik, saya sudah menuliskannya “Mengintip Kamar Artis” (7 Agustus 2010).

Begitu juga ada anggota DPRD Provinsi Jambi yang mempersoalkan “keperawanan”, saya juga menuliskannya “Memaknai Keperawanan Dari Sudut Sistem Sosial (30 September 2010).

Dan 7 tahun kemudian. Ketika tokoh agama kemudian “dikriminalisasi” dengan urusan ranjang, saya kemudian menuliskan “Ketika Negara Mengurusi Ranjang” (Februari 2017).

Nah. Didalam RUU-KUHP, lagi-lagi tema ini kemudian menjadi dominan. Publik kemudian tersentak. Ketika RUU-KUHP mulai menampakkan “watak” negara yang hendak mengontrol rakyatnya. Termasuk “urusan rumah” dan urusan ranjang”.

Apakah tidak pernah terpikirkan bagaimana penerapan KUHP ?

Apakah “Polisi” kurang kerjaan sehingga harus menambah kerjaan Polisi ? Apakah Polisi setiap malam mengintip setiap hotel, setiap kost-kostan, anak-anak remaja yang menyelinap malam-malam, bapak-bapak genit dan tante-tante nakal ? Sebagaimana dikeluhkan salah satu teman saya di status FB-nya.

Apakah “kurang kerjaan” dari perumus UU sehingga membebankan kerjaan polisi yang sudah seabrek-abrek tugas dan fungsinya menjaga ketertiban ?

Mengapa kita tidak mengembalikan hakekat negara. Yang berfungsi sebagai “alat ketertiban” (law and order). Negara hanyalah berkewajiban menjaga ketertiban umum dan melindungi kebebasan warga negara.

Fungsi negara melindungi hak masyarakat dengan UU, menciptakan keamanan negara, tidak boleh mengurusi urusan pribadi (privat). Sehingga negara hadir ketika adanya “gangguan” yang mengancam hak-hak masyarakat. Bukan sibuk “mengurusi” urusan moral.

Biarlah fungsi “moral” menjadi ranah agama dan adat. Bukankah sebagai manusia Indonesia yang beragama dan beradat pasti menjunjung nilai-nilai kesusilaan. Bukankah Agama dan adat justru menempatkan keagungan dan penghormataan kesusilaan.



Advokat. Tinggal di Jambi



-->

23 September 2019

opini musri nauli : Apakah Kebakaran Merupakan Bencana


Akhir-akhir ini kita kemudian memasuki pertanyaan penting. Apakah Kebakaran merupakan bencana atau tidak ?

Untuk melihat konteks persoalan asap, penting kita mengetahui tentang kerusakan lingkungan yang harus disandarkan kepada aturan tentang UU SDA. Dalam catatan saya sudah ada 18 UU SDA yang tegas mengaturnya.

19 September 2019

opini musri nauli : Rakyat Membakar Gambut ?


Betapa tersentaknya penulis ketika petinggi negeri menyatakan “rakyat membakar lahan dan menyebabkan asap”. Atau tuduhan ngaco “masyarakat menjadi penyebab kebakaran”.

16 September 2019

opini musri nauli : Sang Kuda Troya




Ketika diumumkan nama-nama Capim KPK 2015-2019 yaitu Agus Rahadjo, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Saut Situmorang dan Laode Syarif (bang Laode), sebagian kalangan sedikit mencibir. Masih ingat kata-kata menyakitkan. “Kuda Troya’. Sayapun sendiri tidak mengerti apa maksud dari kata-kata “kuda troya’.

Relatif sejak tahun 2016, praktis informasi berkaitan KPK cuma membaca di media massa. Itupun sepenggal-sepenggal. Tidak utuh.

15 September 2019

opini musri nauli : Upaya Pemulihan Gambut


Kebakaran tahun 2019 menyisakan pertanyaan. Mengapa kebakaran tahun 2015 kemudian berulang lagi. Apakah dititik api (hotspot) yang sama ? Apakah pemulihan gambut (restorasi gambut) tidak berhasil ? Siapa yang bertanggungjawab ?

Pertanyaan silih berganti. Ditengah ketidakkemengertian public ?

11 September 2019

opini musri nauli : B.J Habibie - Sang Teknorat Nasionalisme



Mendapatkan kabar meninggalnya BJ Habibie (Habibie) disaat issu hoax yang sempat menghangat, merupakan pukulan bagi Bangsa Indonesia. Seorang Teknokrat yang nasionalisme. Seorang ilmuwan yang karyanya hingga sekarang masih dipakai

Mengingat Habibie diawal reformasi, adalah sosok penting “orang cerdas” yang IQ diatas rata-rata. Masih ingat Lagu Iwan Fals, yang dikutipnya “pintar seperti Habibie”. Sebuah ingatan yang paling melekat di ingatan masyarakat Indonesia.

Masih ingat teori crash yang mampu dipecahkan disirip pesawat sebagai penyebab kecelakaan. Dengan kecerdasannya, teori ini dipecahkan sehingga kita naik pesawat tenang dan khawatir tidak terjadi lagi kecelakaan. Teori yang dipakai disetiap pembuatan pesawat terbang dunia.

09 September 2019

opini musri nauli : Menara gading dan Supporter




Ketika hasil karya ilmiah akademik setingkat Disertasi (Kitab dalam maqom tertinggi dalam ilmu Pengetahuan) kemudian dipersoalkan, nurani saya terganggu. Karya ilmiah yang telah melewati proses yang panjang, ujian terbuka dan pertanggungjawaban akademis dapat dipertanggungjawabkan kemudian harus dikalahkan oleh factor-faktor non ilmiah. Dan factor ilmiah justru dari gemuruh supporter yang teriak paling kencang.

Kisah-kisah ini mirip dengan “pengadilan pikiran “ Socrates, teori pusat tatasurya yang disampaikan oleh Copernicus (heliocentric) yang berhadapan dengan ajaran agama yang menempatkan bumi sebagai pusat tata surya (geosentris), perdebatan antara Al Gazali-Ibnu Rusyd, pertengkaran dengan Syech Siti Jenar, pertentangan dengan Hamzah Fansuri. Kesemuanya kemudian mengalamni nasib naas. Ada yang kemudian dihukum. Disidangkan bahkan dihina ditengah masyarakat.

08 September 2019

01 September 2019

opini musri nauli : Mencari Pangkal dari Bungkul - Mencari asal dari usul


MENCARI PANGKAL DARI BUNGKUL – MENCARI ASAL DARI USUL[1]
Musri Nauli[2]


Entah mengapa Seloko Jambi yang menyebutkan “mencari pangkal dari Bungkul. Mencari asal dari usul” adalah “magnet”, mantra yang menggerakkan penulis untuk melihat resolusi konflik di Jambi.

Secara harfiah, seloko “mencari pangkal dari Bungkul. Mencari asal dari usul” melambangkan cara pikir masyarakat Melayu Jambi didalam melihat persoalan lebih komprehensif.

29 Agustus 2019

opini musri nauli : PERGESERAN GAYA KEPEMIMPINAN WALHI


Mendapatkan kabar duka awal minggu ini seakan-akan menyentak dada. Direktur Walhi Kalsel (2012-2015) kemudian menghadap Sang Khalik. Ditengah usianya yang masih relative muda.

28 Agustus 2019

opini musri nauli : Selamat Jalan, Sobat


(In Memoriam Donny Pasaribu)
Musri Nauli

Seakan-akan tidak percaya mendapatkan kabar meninggalnya sobat seperjuangan dimasa reformasi. Tokoh yang tetap kritis walaupun dekat dengan kekuasaan.

21 Agustus 2019

opini musri nauli : Mental Under Estimate




Agak telat saya memposting pandangan terhadap temuan obat yang dapat mengatasi kanker. Selain tersita waktu dan mobilitas yang membuat tidak memungkinkan membuka laptop, pandangan dari ahli kesehatan juga penting untuk melihat persoalan ini secara utuh (komprehensif).

Sebagai cerita bertutur dari masyarakat mengenai obat-obatan (etnofarmasi), pengetahuan “adiluhung” tentang etnofarmasi tidak dapat diabaikan.

opini musri nauli : Tafsir Sesat Karhutla


Akhir-akhir ini kembali Jambi diselimuti asap. Mengingat traumatic panjang 2015. Mengulangi kesalahan 1997. Periode panjang untuk menerima sesak nafas.

Masih terbayang dalam ingatan public. Ketika seluruh pemangku kepentingan kemudian “berduyun-duyun” keliling kampong mengajak agar tidak membakar. Sehingga tidak mengulangi asap 2015. Hampir disetiap kesempatan.

Pelan tapi pasti. Masyarakat kemudian menjadi takut untuk membakar arealnya. Termasuk untuk menanam padi. Komoditas utama sehari-hari.

17 Agustus 2019

opini musri nauli : Filsafat Nusantara



Akhir-akhir ini, bangsa Indonesia dijejali berbagai pengetahuan yang berangkat dari pemikiran barat. Entah istilah-istilah seperti “rasional-empiris”, “alam mikro-alam makro”, “mikrokosmos-makrokosmos”, “material-non material”, “kongkrit-rasional”, “logis-rasional”, “mekanis”,  berhadapan dengan “alam cosmopolitan”, “irrasional-magis”, “mistis”, “irmaterial”, “alam bawah sadar”, “organis-mekanis” atau “irrasional-magis”.

Pengetahuan itu kemudian menjadi gagap ketika “keluhuran”, “budi pekerti”, “alam bawah sadar” mampu menjelaskan secara utuh (komprehensif) tentang alam dan berbagai dinamikanya.