Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
03 Januari 2020
opini musri nauli : Si Bungsu
Mengenal
Si Bungsu diumpamakan “sang diplomat” ulung, menguasai diksi, kukuh
berpendirian, tidak kompromi dan tentu saja menguasai detail setiap redaksi
kalimat yang digunakan.
Sebagai
“diplomat” ulung, cara menyindir atau menyampaikan proposal “mirip” cara diplomasi
Sriwijaya. Mengapa Sriwijaya ? Imperium yang menguasai Nusantara abad 6-12 ?
opini musri nauli : 4.0 DAN REVOLUSI MENTAL
Setelah
menempuh perjalanan menggunakan kereta api dari Bandung menuju Jakarta, saya
buru-buru ke Bandara Halim Perdanakusumah. Alasan menggunakan bandara Halim
Perdanakusumah semata-mata dekat dari stasiun dibandingkan menuju ke Bandara
Soekarno-Hatta (Cingkareng). Alhamdulilah dengna menggunakan taksi biasa,
sampai juga dibandara. Kupikir ending kisah akan berakhir baik.
Namun
justru kekesalan kemudian dimulai. Setelah “rehat”, ngudut sebentar di Bandara
Halim, tiba-tiba dikabarkan, Bandara Halim tidak bisa didarati pesawat.
Sehingga seluruh penerbangan kemudian dipindahkan ke Bandara Soetta.
01 Januari 2020
opini musri nauli : Kisah Rambut Panjang
Rambut
panjang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan saya. Motifnya cuma sederhana.
Malas ke tukang cukur rambut. Tidak ada sama sekali kepikiran yang lain.
Yang
kuingat, kalau mau ke tukang cukur rambut, apabila rambut sudah mengganggu
pandangan. Selain juga “gerah” dan mulai tidak nyaman. Praktis, potong rambut
cuma 3 bulan sekali.
Sehingga
pilihan rambut panjang sejak SMA adalah sebuah kebetulan semata. Tidak ada
agenda khusus.
31 Desember 2019
opini musri nauli : Marga Bayat
Menyebutkan Marga Bayat maka tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan masyarakat di daerah Jambi-Sumsel. Marga Bayat langsung berbatasan
dengan Marga Batanghari Leko, Marga Lalan, Marga Tungkal dan Marga Mestong.
Batas Langsung Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan dengan
ditandai dengan Sungai Lalan yang juga sering disebutkan didalam Marga Mestong.
Didalam Tembo Jambi sering disebut “Sialang Belantak Besi”.
20 Desember 2019
Temenggung Rusman.. Batin 9 Kandang Rebo Dusun Bawah Besari..
Dengan nada keras dia berkata, "kami tergantung dengan hasil hutan.. Yg merusak hutan kami, hukum adatnya adalah "Jempalo tangan"..
Temenggung Rusman.. Batin 9 Kandang Rebo Dusun Bawah Besari..
03 Desember 2019
opini musri nauli : Makna PS dalam Hukum Tanah Jambi
Akhir-akhir
ini tema Perhutanan Sosial (PS) mendominasi pembicaraan publik. Ditengah-tengah
isssu lain seperti Reforma Agraria dan Hutan Adat.
Mandat
PS tidak dapat dilepaskan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No. P.83/Menlhk/Setjen/KUM.1/10/2016 Tentang Perhutanan Sosial (P 83).
Semangat
P.83 adalah salah satu solusi penyelesaian konflik di sector kehutanan. Dengan
target capaian 12,7 juta ha, maka P.83 adalah “penyederhanaan” dari regulasi
yang mengatur hak atas tanah disektor kehutanan. Seperti Hutan Kemasyarakatan
(HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan kemitraan kehutanan.
30 November 2019
opini musri nauli : Tanah Terlantar, Humo/Kerbo dan Plali
Marga
Bukit Bulan, Marga Batin Pengambang dan Marga Peratin Tuo mempunyai keunikan
didalam mengelola hutan dan tanah. Walaupun ketiga marga dikenal sebagai ulu
Batanghari dalam lanskap yang sama, namun keunikan tidak dapat ditinggalkan.
28 November 2019
opini musri nauli : Konflik Sumber Daya Alam di Jambi - Suatu Pengantar
24 November 2019
opini musri nauli : Dusun Tuo - Sepayung Duo Kaki
Membicarakan
Desa Tuo (baca Dusun Tuo) didalam kecamatan Lembah Masurai tidak dapat
dilepaskan dari Marga Peratin Tuo. Marga Peratin Tuo berpusat di Dusun Tuo.
F.D.E. van Ossenbruggen, 'Prof.mr.
Cornelis van Vollenhoven als ontdekker van het adatrecht', in Bijdragen tot
de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië 90 (1933) I-XLI;, 323 disebut dengan kata “Pratin Tuo”. Istilah
“Peratin Tuo” menunjukan tempat pemberhentian.
Marga
Peratin Tuo terdiri dari Dusun Nilo Dingin, Dusun Tanjung Berugo, Dusun Sungai
Lalang, Dusun Kotorami, Dusun Rancan dan Dusun Tiaro.
23 November 2019
perjalanan ke "Orang Rimba" Marga Air hitam
Melengkapi perjalanan ke "Orang Rimba" Marga Air hitam setelah perjalanan sebelumnya ke Talang mamak simarantihan Marga Sumay bebatin 12, Batin 9 Ilir dan para tumenggung di Muara Kilis TN bukit 30..
Sudah mau *pecah otak" ingin menuangkan segala mantra ttg alam, ttg aturan hidup sekaligus pengetahuan empirik ttg hutan..
Terima kasih, Tuhan.. Atas diberikan "kemewahan" yg telah engkau berikan.. semoga aku dapat menjadi garda pembela nilai2 mereka..
20 November 2019
opini musri nauli : Marga Bukit Bulan
Menyusuri
hulu Sungai-sungai Batanghari adalah sebuah peristiwa penting. Selain
memastikan “masih baiknya hutan” yang ada disana, disatu sisi juga mendapatkan
cerita langsung dari masyarakat.
Masih
teringat ketika awal-awal tahun 2006 menggali cerita tentang Marga Sungai
Tenang, Marga Peratin Tuo dan Marga Senggrahan. Kemudian disusul tahun 2011
menggali Marga Batin Pengambang. Dan akhir tahun 2019 “barulah” mendapatkan
kesempatan menggali Marga Bukit Bulan.
Marga
Bukit Bulan adalah salah satu Marga Tua di Provinsi Jambi. Selain itu dikenal
juga Marga Serampas, Marga Sungai Tenang dan Marga Batin Pengambang.
Disebut
sebagai “bukit bulan” disebabkan, diatas bukit “terlihat cahaya yang terang”.
Cahaya yang terang kemudian disebut sebagai bulan. Disebabkan “cahayanya”
diatas bukit maka kemudian disebut sebagai “bukit bulan’[1].
Istilah
“Batin” dan “penghulu” menjadi tema sentral dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga Batin kemudian disebut sebagai dusun asal adalah “Berkun, Lubuk
Bedorong dan Muara Pangi. Muara Pangi sering juga disebut “dusun Manggis”.
Sedangkan
“Penghulu” disebut Dusun Temalang, Dusun Meribung, Dusun Sungai Beduri, Dusun
Mersip dan Dusun Napal Melintang. Kesemuanya kemudian hanya dikenal sebagai
Dusun Lubuk Bedorong, Dusun Berkun, Dusun Meribung dan Dusun Napal Melintang.
09 November 2019
opini musri nauli : Bang Jef - Sang Inspirator
“Bang,
pertemuan di Singapura nih, kayak Raffles menentukan Singapura dan Bengkulu “?,
kata Jefri Gideon Saragih (Bang Jef) sambil mengepulkan asap rokoknya.
Berputar-putar. Persis “kelakuan” gaya merokok anak SMA. Kamipun tertawa.
Kisah
itu kemudian membuat saya mempunyai keyakinan. Bang Jef adalah “orang yang
kritis” disetiap kesempatan.
05 November 2019
opini musri nauli : Mengenal Jempalo Tangan
Ketika
Tumenggung Orang Adat Batin Sembilan Rombong Kandang Rebo – Bawah Bedaro –
Rimbo Harapan Bakal Petas, Batanghari menyebutkan “Jempalo tangan” seketika saya tersentak. Sebagai sebuah nilai, “jempalo tangan” menarik perhatian
penulis ditengah pengetahuan tentang masyarakat Melayu Jambi.
30 Oktober 2019
opini Musri Nauli : M. Saman - Pejuang Yang Konsisten
Ketika
aku mendapatkan kabar meninggalnya M. Saman (Saman), ingatanku langsung
terbayang ketika memulai demonstrasi dikampus. Menolak “militerisme” di kampus.
Teringat
ketika awal-awal menjelang kejatuhan Orde baru, kami “berkumpul” di kost di
Telanaipura (kost Saman dengan Agus Suyatno) untuk “merancang” demonstrasi di
UNJA Mendalo.
Isu
yang paling hangat adalah menolak “militerisme” dikampus. Tema yang “cukup sensitive”
dimana Orde baru begitu kuat.
Demonstrasipun
terjadi. Hingga akhirnya, kampus menerapkan “tidak dibenarkan” militerisme “cawe-cawe”
untuk “urusan kampus.
28 Oktober 2019
opini musri nauli : Filsafat Alam
Memulai
diskusi Filsafat Alam di Nusantara tidak lepas dari pengaruh alam sekitarnya.
Dengan dogma “Manusia dan peradaban”, Zenzi Suhadi (Kepala Departemen Advokasi
Walhi), maka manusia Nusantara tetap berpihak kepada alam.
Cara
berfikir Plato (yang dikenal sebagai tokoh Filsuf barat, murid terkenal dari
Socrates. Tokoh-tokoh filsafat Barat yang dikenal hingga abad pertengahan),
yang mengenal cara “ide”. Cara “ide” dimulai dari “berfikir dan pengalaman”. Alur
pemikiran inilah yang melahirkan “pengetahuan” filsafat Manusia Nusantara
didalam melihat alam.
26 Oktober 2019
opini musri nauli : Nadiem Makarim - Menteri Milenial
Ketika
Nadiem Makarim memasuki “istana” dan kemudian “disorot” media, hati saya “terpekik”.
Gembira melihat “anak milenial” kemudian memasuki dunia pendidikan. Dunia yang
mengatur hak mendasar kepada rakyat. Namun masih menyisakan problema yang mendasar.
Selain “mutu pendidikan” nasional yang jauh dibawah rata-rata, tingkat
penyerapan tenaga kerja juga kurang mendukung.
25 Oktober 2019
opini musri nauli : 5 Tahun Perjalanan Perhutanan Sosial
"Terlepas
dari pro dan kontra dikalangan organisasi masyarakat sipil,
Walhi
memandang kebijakan ini penting untuk diintervensi
dengan
memperhatikan tiga urgensitas.
(Nur
Hidayati, Direktur Walhi, 2019)
Ketika
diumumkan “incumbent” Siti Nurbaya Bakar (SN) untuk menduduki jabatan sama,
terbayang “agenda” utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perhutanan
Sosial (PS), Kebakaran dan Gambut.
Namun
tema PS yang menarik perhatian. Tema yang kemudian menjadi “slogan” dengan
mencanangkan 12,7 juta ha (RPJMN 2015-2020). Slogan ini kemudian digunakan Jokowi
hingga menjelang detik-detik kampanye terakhirnya. Jokowi.
Tema
seperti “kebakaran” dan Gambut kemudian tenggelam. Bergantian dengan issu “pasang
plang” dan gugatan yang diterima berbagai tempat. Termasuk juga surat edaran yang
bikin heboh.
Suka
atau tidak suka, tema PS adalah salah satu tema yang paling menjadi perhatian
para aktivis dan organisasi masyarakat sipil 5 tahun terakhir. Agenda yang
paling banyak “dikerumuni” dan paling banyak juga dijadikan program-program
jangka panjang.
Sebagai
“orang perencana pembangunan”, SN berhasil mendesaian “roadmap” PS. Berbagai
peraturan yang berkaitan dengan PS kemudian bermuara P.83. Sebuah terobosan dan
menjadi kodifikasi dari berbagai peraturan lainnya seperti Hutan Desa
(Permenhut No. P.89/2014), Hutan Tanaman Rakyat (Permenhut No. P.55/2011),
Hutan kemasyarakatan (Permenhut No. P.88/2014) dan Kemitraaan Kehutanan (Permenhut
No. P.39/2013).
Tema
PS mengingatkan penulis 10 tahun yang lalu. Ketika Walhi Jambi bersama-sama
dengan organisasi lingkungan Hidup di Jambi mengusung “hutan Desa”, sebagai “jawaban
taktis” menyelamatkan 49 ribu ha didataran tinggi Jambi.
Polemik
mulai bermunculan. Jaringan nasional “mencibir” keputusan Walhi Jambi. Bahkan
kalimat-kalimat “menyakitkan” masih terngiang ditelinga sampai sekarang.
24 Oktober 2019
opini musri nauli : Bang Burhan yang saya kenal
Ketika
diumumkan nama Jaksa Agung, ST Burhanuddin, ingatan saya melayang ketika sidang
di Bangko paska kerusuhan massal yang berakhir pembakaran PT. KDA. Sebuah
perusahaan sawit yang berkonflik di Desa Empang Benao, Bangko. September 1999.
Ketika
proses hukum kemudian dipersidangan, ketika itu saya ditemui oleh Jaksa
Penuntut Umum didalam persidangan. Beliau adalah senior saya di Fakultas Hukum
Unja. Dengan tenang dia membisikkan.
23 Oktober 2019
opini musri nauli : Membaca Menteri Terpilih
Usai
sudah “hiruk-pikuk” penyusunan Kabinet Menteri Jokowi-Makruf. Tarik menarik
antara “kandidat” Menteri yang diusung oleh Partai Politik pendukung Jokowi di
Pilpres, masuknya Partai Gerindra dan tampilnya generasi “muda” dan jagoan di
dunia entertainment adalah puncaknya di hari ini.
Dengan
disebutkan nama-nama Menteri maka dipastikan, Jokowi membuka ruang terhadap
perkembangan zaman. Masuknya “Nadeim Anwar Makarim, “Wisnutama”, Erick Tohir
adalah “perwujudan” slogan Jokowi memasuki milenial.
17 Oktober 2019
opini musri nauli : Paradigma ala Capra
Akhir-akhir
ini, pertarungan pemikiran didalam memandang alam memantik polemik panjang.
Satu sisi, pemikiran yang menempatkan “alam’ adalah ciptaan dari Sang Pencipta.
Ciptaan kepada manusia. Pemikiran ini dikenal sebagai “antrosentris”.
Disisi
lain, adanya analisis lingkungan yang kemudian menempatkan alam harus
ditempatkan sesuai dengan fungsinya. Baik dari pendekatan lingkungan,
pentingnya lingkungan hidup maupun berbagai aspek-aspek lingkungna lainnya.
Pemikiran ini kemudian dikenal sebagai “bio-sentris’.
15 Oktober 2019
opini musri nauli : satu Dasawarsa UU Lingkungan Hidup
Ditengah
asap yang kian pekat, kebakaran yang semakin sulit ditanggulangi, tiba-tiba
umur UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UU LH) memasuki satu dasawarsa. Usia matang untuk menentukan arah dan desain
model pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia.
Satu
dasawarsa juga kemudian “gagap” memaknai UU LH. Gagap yang kemudian menempatkan
“kegagalan” memahami hakekat dari UU LH.
09 Oktober 2019
opini musri nauli : Problema Gambut di Jambi
Kebakaran
massif di Jambi sejak 1997 hingga sekarang menimbulkan dampak yang merugikan
masyarakat. Tahun 2015, selama tiga bulan ditutupi asap. Hingga Oktober 2015, berdasarkan citra
satelit, terdapat sebaran kebakaran 52.985 hektar di
Sumatera dan 138.008 di Kalimantan. Total 191.993 hektar. Indeks mutu
lingkungan hidup kemudian tinggal 27%. Instrumen untuk mengukur mutu lingkungan
Hidup dilihat dari “daya dukung” dan “daya tampung”, Instrumen Hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat, penggunaan “scientific” dan pengetahuan
lokal masyarakat memandang lingkungan hidup.
08 Oktober 2019
opini musri nauli : Hukum Tanah Melayu Jambi
Akhir-akhir
ini, ada kecendrungan “membenturkan” Hukum Agraria Nasional yang diatur didalam
UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) dengan Hukum
Tanah Adat. Kecendrungan ini dapat dilihat baik didalam paradigm penegak hukum
maupun dalam penegakkan hukum .
Kecendrungan
dapat dilihat seperti ungkapan, “pembuktian” tertulis (segel, sporadik,
Sertifikat Hak Milik, surat keterangan Tanah), asas domein verklaring dan Hak
milik negara.
04 Oktober 2019
opini musri nauli : Manusia Indonesia
Ketika
aksi yang kemudian berakhir dengna kerusuhan di Wamen, Papua, langsung saya panic.
Terbayang nasib saudara-saudaraku. Terutama saudara Keluarga istri. Pedagang
yang sudah lama tinggal disana.
Suasana
panik semakin terasa. Informasi dari sana sangat sedikit. Sementara teman-teman
nasional masih sibuk bahas RUU-KPK dan capim KPK. Isu yang “berputar-putar’
cuma itu.
02 Oktober 2019
opini musri nauli : Si Adik Membunuh Kakaknya
Judul
diatas adalah perumpamaan atau gambaran terhadap “kekuatan” dari citizen
journalist”. Kekuatan maya yang kemudian mulai “menyerang” kekuatan nyata.
Senyata kenyataan yang mulai menghinggapinya.
01 Oktober 2019
opini musri nauli : Sesat Pikir
Sejenak
publik disuguhi berbagai peristiwa seminggu terakhir ini. Entah aksi mahasiswa,
kisah heroik STM, poster-poster kaum milenial yang justru “melambangkan” kemerdekaan pribadi terhadap tubuhnya. Namun semakin
hari-hari berbagai komentar mulai bermunculan. Baik yang mendukung maupun yang
menolak aksi-aksi.
Pertama.
Issu “RUU KPK-RUU KUHP-RUU Pertanahan” adalah issu yang sensitif yang menyentuh
rakyat banyak. Issu yang mampu menarik dukungan paling besar sejak ’98. Issu
yang mampu merekat berbagai komponen.
29 September 2019
opini musri nauli : Manusia dan hewan
\
Entah
“kurang membaca”, kurang gaul”, “kurang jauh jalan”, meme tentang ternak
menghiasi dinding lapak FB saya. Saya menyimak, memperhatikan bahkan kadangkala
harus berselancar untuk menangkap pesannya. Agar tidak keliru, apakah cuma
sekedar “menghebohkan” jagat dunia maya. Atau memang benar-benar “kurang
memahami” esensi dari pengaturan tentang hewan.
28 September 2019
Peluncuran Handbook Paralegal
Minggu yg berat.. setelah 2 Minggu turun dilapangan, akhirnya otak dipakai menyelesaikan berbagai laporan..
27 September 2019
opini musri nauli : Pemerkosaan dalam Perkawinan (Marital Rape)
Banyak
yang mempersoalkan “pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape)” yang didalam
RUU KUHP. Paradigma ini kemudian “melahirkan” meme. Termasuk berbagai poster “Surat
pernyataan” yang “seolah-olah” mempertanyakan logika norma yang menjadi muatan
didalam RUU KUHP.
Secara
sekilas, kekerasan bahkan pemerkosaan didalam perkawinan (marital rape) menjadi
aneh dalam alam masyarakat “patriarki”. Bukankah “didalam perkawinan”, istri
harus melayani kebutuhan syahwat dari Suami ? Seorang tokoh agama dengan
berapi-api menjelaskan dan penolakkannya.
“Kekeliruan”
disebabkan berbagai pendekatan.
opini musri nauli : Generasi '98
Ketika
poster mahasiswa yang mempertanyakan dimana generasi ’98, tiba-tiba saya
tertawa. Bukan mempertanyakan apalagi menertawakan poster. Sama sekali tidak.
Tapi gembira sekaligus berbahagia.
Mempertanyakan
generasi sebelumnya juga dilakukan oleh generasi 98’. Generasi yang lahir
ketika “usia” matang-nya kemudian menjadi demonstran melawan Soeharto.
24 September 2019
opini musri nauli : Negara mengurusi selangkangan
Entah
mengapa kata “Selangkangan” begitu
menjijikkan ketika menjadi tema didalam aksi-aksi menolak RUU-KUHP. Kata-kata
kasar yang menggambarkan bagaimana “paranoid” perumus RUU-KUHP dan kemudian
menggelinding menjadi tema yang menyentak orang banyak.
Entah
mengapa saya suka kata “Selangkangan” sebagai respon serius terhadap upaya “kriminalisasi”
urusan ranjang. Entah mengapa kata ini kemudian menggambarkan “upaya kontrol negara”
didalam urusan ranjang.
Benar.
Agama justru melarang “hubungan seks” bukan “Suami istri”. Agama apapun di
Indonesia menjunjung tinggi lembaga perkawinan. Lihatlah makna Pasal 1 ayat (1)
Perkawinan yang menyebutkan “Perkawinan
ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’.
Penghormatan
terhadap lembaga perkawinan begitu agung. Sehingga UU Perkawinan justru
menganut asas monogami (Pasal 3 ayat (1)
UU Perkawinan). UU Perkawinan tetap membuka ruang untuk “poligami”. Dengan
persyaratan yang cukup ketat (Pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 UU Perkawinan).
Makna
yang agung ini kemudian justru hendak direduksi dengan ramainya ajakan poligami
berbagai tokoh-tokoh agama. Dan justru malah mengabaikan makna luhur dari UU
Perkawinan.
Hukum
adat juga menjunjung tinggi. Di Jambi, persoalan kesusilaan kemudian dikenal
sebagai norma “salah bujang dengan gadis’.
Sebagaimana didalam Seloko “Duduk mengintai gelap.
Tegak mengintai sunyi’. Muda-mudi dilarang berduaan. Ditempat sepi.
Sanksi berat. Selain dijatuhi denda adat (kambing sekok, beras 20 gantang, selemak
semanis) juga harus dikawinkan. Supaya tidak timbul fitnah kepada
perempuan.
Itu
sudah cukup.
Lalu
mengapa kemudian norma-norma agama dan norma adat kemudian malah “dikuatkan”
menjadi norma hukum. Apakah agama dan adat tidak mampu mencegah agar manusia
Indonesia “akan patuh” ? Siapa yang mendompleng RUU-KUHP sehingga ditikungan
terakhir kemudian menggelinding “issu selangkangan” dan kemudian memantik polemik.
Dalam
ranah dan fungsi negara, negara hanya boleh mengatur kehidupan publik. Negara
tidak dibenarkan mengatur kehidupan pribadi manusia.
Dalam
istilah yang sering saya gunakan, “kontrol”
negara berhenti sampai pintu rumah. Negara tidak dibenarkan untuk memasuki
kerumah orang. Urusan didalam rumah adalah urusan privat. Negara tidak
dibenarkan “campur tangan” mengenai
urusan privat. Apalagi “mengurusi ranjang”.
Namun
akhir-akhir ini, paranoid “negara”
begitu dominan mengatur kehidupan privat. Bukankah masih ingat ketika adanya
Perda yang mengatur “pakaian perempuan”. Atau ada ajakan untuk mengatur “duduk
perempuan” diatas sepeda motor ? Mengapa “negara” dengan “alat paksa” lebih
suka mengatur pakaian dan perilaku perempuan yang “sebenarnya’ masuk wilayah
privat ?
Tema
ini sudah lama saya khawatirkan. Ketika kasus Ariel-Peterpan menarik perhatian publik,
saya sudah menuliskannya “Mengintip Kamar Artis” (7 Agustus 2010).
Begitu
juga ada anggota DPRD Provinsi Jambi yang mempersoalkan “keperawanan”, saya
juga menuliskannya “Memaknai Keperawanan Dari Sudut Sistem Sosial (30 September
2010).
Dan
7 tahun kemudian. Ketika tokoh agama kemudian “dikriminalisasi” dengan urusan
ranjang, saya kemudian menuliskan “Ketika Negara Mengurusi Ranjang” (Februari
2017).
Nah.
Didalam RUU-KUHP, lagi-lagi tema ini kemudian menjadi dominan. Publik kemudian
tersentak. Ketika RUU-KUHP mulai menampakkan “watak” negara yang hendak
mengontrol rakyatnya. Termasuk “urusan rumah” dan urusan ranjang”.
Apakah
tidak pernah terpikirkan bagaimana penerapan KUHP ?
Apakah
“Polisi” kurang kerjaan sehingga harus menambah kerjaan Polisi ? Apakah Polisi
setiap malam mengintip setiap hotel, setiap kost-kostan, anak-anak remaja yang
menyelinap malam-malam, bapak-bapak genit dan tante-tante nakal ? Sebagaimana
dikeluhkan salah satu teman saya di status FB-nya.
Apakah
“kurang kerjaan” dari perumus UU sehingga membebankan kerjaan polisi yang sudah
seabrek-abrek tugas dan fungsinya menjaga ketertiban ?
Mengapa
kita tidak mengembalikan hakekat negara. Yang berfungsi sebagai “alat
ketertiban” (law and order). Negara
hanyalah berkewajiban menjaga ketertiban umum dan melindungi kebebasan warga
negara.
Fungsi
negara melindungi hak masyarakat dengan UU, menciptakan keamanan negara, tidak
boleh mengurusi urusan pribadi (privat). Sehingga negara hadir ketika adanya “gangguan”
yang mengancam hak-hak masyarakat. Bukan sibuk “mengurusi” urusan moral.
Biarlah
fungsi “moral” menjadi ranah agama dan adat. Bukankah sebagai manusia Indonesia
yang beragama dan beradat pasti menjunjung nilai-nilai kesusilaan. Bukankah Agama
dan adat justru menempatkan keagungan dan penghormataan kesusilaan.
Baca : RUU Pornografi dan AMBIGU URUSAN RANJANG
23 September 2019
opini musri nauli : Apakah Kebakaran Merupakan Bencana
Akhir-akhir ini kita kemudian memasuki pertanyaan penting.
Apakah Kebakaran merupakan bencana atau tidak ?
Untuk melihat konteks persoalan asap, penting kita
mengetahui tentang kerusakan lingkungan yang harus disandarkan kepada aturan
tentang UU SDA. Dalam catatan saya sudah ada 18 UU SDA yang tegas mengaturnya.
19 September 2019
opini musri nauli : Rakyat Membakar Gambut ?
Betapa
tersentaknya penulis ketika petinggi negeri menyatakan “rakyat membakar lahan dan menyebabkan asap”. Atau tuduhan ngaco “masyarakat menjadi penyebab kebakaran”.
16 September 2019
opini musri nauli : Sang Kuda Troya
Ketika
diumumkan nama-nama Capim KPK 2015-2019 yaitu Agus Rahadjo, Basaria Panjaitan,
Alexander Marwata, Saut Situmorang dan Laode Syarif (bang Laode), sebagian
kalangan sedikit mencibir. Masih ingat kata-kata menyakitkan. “Kuda Troya’.
Sayapun sendiri tidak mengerti apa maksud dari kata-kata “kuda troya’.
Relatif
sejak tahun 2016, praktis informasi berkaitan KPK cuma membaca di media massa.
Itupun sepenggal-sepenggal. Tidak utuh.
15 September 2019
opini musri nauli : Upaya Pemulihan Gambut
Kebakaran
tahun 2019 menyisakan pertanyaan. Mengapa kebakaran tahun 2015 kemudian
berulang lagi. Apakah dititik api (hotspot) yang sama ? Apakah pemulihan gambut
(restorasi gambut) tidak berhasil ? Siapa yang bertanggungjawab ?
Pertanyaan
silih berganti. Ditengah ketidakkemengertian public ?
11 September 2019
opini musri nauli : B.J Habibie - Sang Teknorat Nasionalisme
Mendapatkan
kabar meninggalnya BJ Habibie (Habibie) disaat issu hoax yang sempat
menghangat, merupakan pukulan bagi Bangsa Indonesia. Seorang Teknokrat yang
nasionalisme. Seorang ilmuwan yang karyanya hingga sekarang masih dipakai
Mengingat
Habibie diawal reformasi, adalah sosok penting “orang cerdas” yang IQ diatas
rata-rata. Masih ingat Lagu Iwan Fals, yang dikutipnya “pintar seperti Habibie”.
Sebuah ingatan yang paling melekat di ingatan masyarakat Indonesia.
Masih
ingat teori crash yang mampu dipecahkan disirip pesawat sebagai penyebab
kecelakaan. Dengan kecerdasannya, teori ini dipecahkan sehingga kita naik
pesawat tenang dan khawatir tidak terjadi lagi kecelakaan. Teori yang dipakai
disetiap pembuatan pesawat terbang dunia.
09 September 2019
opini musri nauli : Menara gading dan Supporter
Ketika
hasil karya ilmiah akademik setingkat Disertasi (Kitab dalam maqom tertinggi
dalam ilmu Pengetahuan) kemudian dipersoalkan, nurani saya terganggu. Karya
ilmiah yang telah melewati proses yang panjang, ujian terbuka dan pertanggungjawaban
akademis dapat dipertanggungjawabkan kemudian harus dikalahkan oleh
factor-faktor non ilmiah. Dan factor ilmiah justru dari gemuruh supporter yang
teriak paling kencang.
Kisah-kisah
ini mirip dengan “pengadilan pikiran “ Socrates, teori pusat tatasurya yang
disampaikan oleh Copernicus (heliocentric) yang berhadapan dengan ajaran agama
yang menempatkan bumi sebagai pusat tata surya (geosentris), perdebatan antara
Al Gazali-Ibnu Rusyd, pertengkaran dengan Syech Siti Jenar, pertentangan dengan
Hamzah Fansuri. Kesemuanya kemudian mengalamni nasib naas. Ada yang kemudian
dihukum. Disidangkan bahkan dihina ditengah masyarakat.
08 September 2019
01 September 2019
opini musri nauli : Mencari Pangkal dari Bungkul - Mencari asal dari usul
MENCARI PANGKAL DARI BUNGKUL –
MENCARI ASAL DARI USUL[1]
Musri Nauli[2]
Entah
mengapa Seloko Jambi yang menyebutkan “mencari
pangkal dari Bungkul. Mencari asal dari usul” adalah “magnet”, mantra yang menggerakkan penulis untuk melihat resolusi
konflik di Jambi.
Secara
harfiah, seloko “mencari pangkal dari
Bungkul. Mencari asal dari usul” melambangkan cara pikir masyarakat Melayu
Jambi didalam melihat persoalan lebih komprehensif.
29 Agustus 2019
opini musri nauli : PERGESERAN GAYA KEPEMIMPINAN WALHI
Mendapatkan
kabar duka awal minggu ini seakan-akan menyentak dada. Direktur Walhi Kalsel
(2012-2015) kemudian menghadap Sang Khalik. Ditengah usianya yang masih relative
muda.
28 Agustus 2019
opini musri nauli : Selamat Jalan, Sobat
(In Memoriam Donny Pasaribu)
Musri Nauli
Seakan-akan
tidak percaya mendapatkan kabar meninggalnya sobat seperjuangan dimasa
reformasi. Tokoh yang tetap kritis walaupun dekat dengan kekuasaan.
21 Agustus 2019
opini musri nauli : Mental Under Estimate
Agak
telat saya memposting pandangan terhadap temuan obat yang dapat mengatasi
kanker. Selain tersita waktu dan mobilitas yang membuat tidak memungkinkan
membuka laptop, pandangan dari ahli kesehatan juga penting untuk melihat
persoalan ini secara utuh (komprehensif).
Sebagai
cerita bertutur dari masyarakat mengenai obat-obatan (etnofarmasi), pengetahuan
“adiluhung” tentang etnofarmasi tidak dapat diabaikan.
opini musri nauli : Tafsir Sesat Karhutla
Akhir-akhir
ini kembali Jambi diselimuti asap. Mengingat traumatic panjang 2015. Mengulangi
kesalahan 1997. Periode panjang untuk menerima sesak nafas.
Masih
terbayang dalam ingatan public. Ketika seluruh pemangku kepentingan kemudian
“berduyun-duyun” keliling kampong mengajak agar tidak membakar. Sehingga tidak
mengulangi asap 2015. Hampir disetiap kesempatan.
Pelan
tapi pasti. Masyarakat kemudian menjadi takut untuk membakar arealnya. Termasuk
untuk menanam padi. Komoditas utama sehari-hari.
17 Agustus 2019
opini musri nauli : Filsafat Nusantara
Akhir-akhir ini, bangsa
Indonesia dijejali berbagai pengetahuan yang berangkat dari pemikiran barat.
Entah istilah-istilah seperti “rasional-empiris”, “alam mikro-alam makro”,
“mikrokosmos-makrokosmos”, “material-non material”, “kongkrit-rasional”,
“logis-rasional”, “mekanis”, berhadapan
dengan “alam cosmopolitan”, “irrasional-magis”, “mistis”, “irmaterial”, “alam
bawah sadar”, “organis-mekanis” atau “irrasional-magis”.
Pengetahuan itu kemudian
menjadi gagap ketika “keluhuran”, “budi pekerti”, “alam bawah sadar” mampu
menjelaskan secara utuh (komprehensif) tentang alam dan berbagai dinamikanya.
Langganan:
Postingan (Atom)